Minggu, 17 Januari 2010

Ilmu Geografi Dan Kebijakan Publik

Kesan umum yang saya rasakan setelah membaca komentar, pertanyaan dan tulisan para mahasiswa, lulusan ataupun pengajar geografi khususnya melalui mailinglist adalah bahwa akademik geografi nasional sudah lama mengalami disorientasi dan fragmentasi setelah sekian lama terisolasi dari dinamika perkembangan ilmu geografi.

Ada mata rantai yang terputus (missing link) antara mainstream pemikiran ilmu geografi pada dekade 1960-1970 dengan perkembangan geografi kontemporer. Hal ini terjadi di dua bidang utama ilmu geografi yaitu geografi fisik dan geografi manusia.

Disorientasi di bidang geografi fisik antara lain terlihat dari tidak jelasnya arah riset geomorfologi, klimatologi dan hidrologi itu sendiri, apakah untuk pengembangan akademik seperti pengembangan teori dan metodologi, untuk tujuan applikasi, ataukah untuk kebijakan publik, atau semuanya sekaligus? Jika semata-mata untuk pengembangan akademik, pertanyaannya adalah apa yang membedakannya dengan arah riset dari ilmu dasar geomorfologi, klimatologi dan hidrologi.

Bukankah di dalam geografi kontemporer kemudian berkembang, antara lain riset fluvial geomorphology, geographical climatology – yang umumnya terkait dengan aspek aspek sosial, budaya, dan ekonomi? (lihat antara lain Changnon, 2003 dan Skaggs, 2004)

Fragmentasi ilmu geografi di Indonesia sangat terasa ketika harus berperan dalam kebijakan publik. Analisis supply-demand air bersih untuk level regional & urban, dampak privatisasi sumber daya air, dan isyu managemen sumber daya air lainnya yang memerlukan pendekatan terpadu geografi tidak muncul dari kalangan geograf, walaupun memerlukan pendekatan geographical climatology, fluvial geomorphology, geo-hidrologi, geografi ekonomi, geografi kota dan cabang geografi manusia lainnya secara terintegrasi (lihat antara lain tulisan para geograf yang concern dengan Integrated Water Resource Management seperti Ojo, Gbuyiro & Okoloye (2004), “Implications of climatic variability and climate change for water resources availability and management in West Africa“; dan Bruce Mitchell (2005), “Integrated water resource management, institutional arrangements, and land-use planning“.

Di bidang geografi manusia, disorientasi tercermin dari tidak munculnya riset atau pemikiran para geograf, antara lain tentang diffusi innovasi untuk pengembangan industri kecil dan menengah (UKM), fenomena agglomerasi, cluster kegiatan industri? yang sekarang sudah menjadi kebijakan sektor industri nasional (aspek cluster antara lain dapat dilihat pada Martin, R. and Sunley, P., 2003 yang berbeda pendekatannya dengan cluster ala Porter (1990). Belum lagi kebijakan di bidang transportasi, dan infrastruktur lainnya.

Pengembangan ataupun applikasi metode analisis statistik spasial termasuk model kuantitatif dengan GIS ? yang menjadi salah satu ranah (domain) geograf, boleh dikatakan belum dikenal oleh para geograf Indonesia. Ketika diperlukan kebijakan energy-mix, para geograf praktis tidak terlibat dalam pembahasan tentang isyu energi dalam konteks region atau lokalitas yang sesungguhnya sarat dengan dimensi spasial. Timbul kesan bahwa ranah geografi di Indonesia tidak terlalu jauh dari pembahasan tata ruang, perubahan tata guna lahan, ataupun geografi penduduk, yang secara tradisional sudah dikenal sejak awal.

Disorientasi dan fragmentasi jelas akan sangat mengganggu masa depan geografi sebagai disiplin ilmu. Betapapun na?f dan aneh pertanyaan yang diajukan ataupun komentar yang muncul dari mahasiswa ataupun lulusan geografi seyogyanya disikapi lebih terbuka bahwa ada sesuatu yang harus diperbaiki.

Kurikulum pendidikan geografi tidak harus didikte oleh pasar, tapi justru bisa menciptakan pasar melalui kreativitas lulusannya. Dengan kata lain, pendidikan tinggi geografi tidak untuk menyiapkan lulusan siap kerja, tetapi siap dikembangkan dengan kerangka teori dan metodogi kuat, walaupun ilmu terapan tidak boleh diabaikan. Berikan porsi siap pakai melalui program D3.

Membuka keterisolasian adalah membuang egoisme ataupun kebanggaan semu(pseudo) institusi pendidikan tinggi geografi. Semua pihak perlu duduk bersama membahas berbagai persoalan pendidikan. Tidak ada yang salah jika ilmu geografi berada dalam konsorsium Ilmu Matematika dan Pengetahuan Alam (MIPA), walaupun lebih banyak didasarkan pada latar historis bukan substantif.

Persoalannya akan menjadi sangat serius jika pengembangan ilmu geografi terhambat justru karena terjebak penafsiran status ke-MIPA-annya. Indikasi ke arah ini sudah tampak, dan jika ini benar-benar terjadi sungguh tragis nasib pendidikan akademik geografi. Ilmu geografi mandeg atau mati ditangan geograf sendiri.

Tata Ruang

PENTINGNYA PENGELOLAAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Sumberdaya pesisir dan lautan, merupakan salah satu modal dasar pembangunan Banten saat ini, disamping sumberdaya alam darat. Tetapi sumberdaya alam darat seperti minyak dan gas bumi serta mineral-mineral tertentu, semakin berkurang akibat eksploitasi yang berlangsung sejak lama.

Melihat keterbatasan sumberdaya alam darat, sudah saatnya melirik dan memanfaatkan potensi sumberdaya lautan. Didalam lautan terkandung sumber pangan yang sangat besar yakni ikan dan rumput laut. Sumberdaya laut lainnya adalah bahan tambang lepas pantai yang berperan penting untuk menyuplai energi, serta masih banyak lagi potensi sumberdaya hayati dan non hayati laut lainnya sehingga peranan sumberdaya pesisir dan laut semakin penting untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan masyarakat.

Propinsi Banten yang terdiri dari 4 kabupaten dan 2 kota, mempunyai 78 pulau-pulau (termasuk Kep.Seribu di Kab. Tangerang), diperkirakan 1/3 bagian wilayahnya terdiri dari lautan dengan luas perairan Propinsi Banten sekitar 11.134,224 km2 dengan panjang pantai sekitar 501 km.

Posisi garis pantai Banten dapat digambarkan sebagai berikut : bagian barat yang menghadap Selat Sunda adalah Kabupaten Pandeglang dengan panjang pantai sekitar 182,8 km, dan yang menghadap Samudera Indonesia sekitar 47,2 km, Kabupaten Serang dengan panjang pantai sekitar 75 km menghadap Laut Jawa dan sekitar 45 km menghadap Selat Sunda, Kabupaten Lebak yang memiliki panjang pantai sekitar 75 km menghadap Samudera Indonesia, Kabupaten Tangerang mempunyai panjang pantai 51 km yang menghadap Laut Jawa dan Kota Cilegon mempunyai panjang pantai sekitar 25 km menghadap Selat Sunda sedangkan satu kota yaitu Kota Tangerang yang tidak mempunyai panjang pantai.

Kekayaan alam kelautan dan sumberdaya pesisir yang dimiliki Banten tersebut antara lain berupa sumberdaya perikanan, sumberdaya hayati seperti mangrove (hutan bakau), terumbu karang, padang lamun, serta sumberdaya mineral seperti minyak bumi dan gas alam (yang masih dalam penelitian) termasuk bahan tambang lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Disamping itu, kini banyak terungkap bahwa wilayah lautan Propinsi Banten memiliki harta karun yang melimpah di dasar laut akibat kapal-kapal pelayaran niaga yang karam pada masa lalu, selain itu juga wilayah pesisir memiliki potensi keindahan dan kenyamanan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata.

Dengan karakteristik wilayah pesisir seperti di atas, maka pemanfaatan sumberdaya pesisir secara optimal dan berkesinambungan hanya dapat terwujud jika pengelolaannya dilakukan secara terpadu, menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan serta pendekatan pembangunnan secara hati-hati.

Pada sisi lain, luasnya sumberdaya lautan dan pesisir menimbulkan permasalahan, berupa ketidak terpaduan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Pada skala tertentu hal ini dapat menyebabkan / memicu konflik antar kepentingan sektor, swasta dan masyarakat. Kegiatan yang tidak terpadu itu selain kurang bersinergi juga sering saling mengganggu dan merugikan antar kepentingan, seperti kegiatan industri yang polutif dengan kegiatan budidaya perikanan yang berdampingan.

Permasalahan lain yang merupakan permasalahan klasik meliputi keterbatasan sumber dana pembangunan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, kemiskinan masyarakat pesisir, kurangnya koordinasi antar pelaku pembangunan dan lemahnya penegakan hukum.

Untuk mengatasi permasalahan dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir diperlukan prinsip penataan ruang secara terpadu, termasuk tata ruang pesisir dan lautan.

Prinsip-prinsip penataan ruang laut pesisir dan pulau-pulau kecil

1. Peran serta Masyarakat dan Pelaku Pembangunan
Penataan ruang dapat dilihat sebagai kebijakan publik yang mengoptimalisasikan kepentingan antar pelaku pembangunnan (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam pemanfaatan ruang laut pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga di dalam proses perencanaan tata ruang yang demokratis dan akomodatif terhadap semua kepentingan pelaku pembangunan. Pengalaman-pengalaman masa lalu banyak menunjukkan bahwa perencanaan yang prosedural, normatif dan kurang mengakomodasikan kepentingan para pelaku pembangunan yang ada di dalam proses penyusunannya, menjadi kurang dapat diimplentasikan karena menghadapi berbagai kendala di lapangan. Rencana-rencana seperti itu selain kurang aspiratif juga cenderung tidak diakui, tidak diterima dan tidak ditaati didalam pelaksanaannya.

2. Kompensasi
Masyarakat selama ini tidak mengetahui ataupun diberi hak untuk menegosiasikan penyelesaian konflik, ataupun aspek kompensasi terhadap konsekuensi-konsekuensi biaya dampak yang ditimbulkan oleh akibat diberlakukannya rencana tata ruang pada suatu kawasan, baik terhadap timbulnya dampak lingkungan fisik ataupun sosial-ekonomi.

3. Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Undang-Undang No.22/1999 tentang pemerintah daerah memberi peluang kepada daerah agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangan atas dasar prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah. Kewenangan daerah tersebut dilaksanakan secara luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua bidang.

Dalam kerangka negara kesatuan, meskipun daerah diberikan otonomi secara luas, tetapi tetap diperlukan adanya konsistensi baik hal keterpaduan substansi maupun kesamaan visi-misi secara nasional. Oleh karena itu sesuai dengan kewenangannya, pemerintah pusat berkepentingan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan strategis dan pedoman-pedoman teknis yang berlaku secara umum.

4. Penentuan Zona Preservasi, Konservasi dan Pemanfaatan Intensif
Prinsip pembangunan berkelanjutan diterapkan pada penataan ruang dengan terlebih dahulu membagi ruang kedalam zona preservasi, konservasi dan pemanfaatan intensif. Clark (1976) mendefinisikan daerah preservasi, pemanfaatan intensif dan konservasi sebagai berikut :

- Zona preservasi adalah zona yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik baik itu rekreasi, ekonomi, estetika maupun daerah proteksi banjir, namun daerah ini direkomendasikan untuk dilindungi dari kegiatan pembangunan yang dapat merusak ekosistem. Termasuk didalamnya mangrove, rawa yang produktif dan bernilai bagi masyarakat pesisir.

- Zona pemanfaatan intensif adalah zona yang secara fisik dapat dibangun, daerah ini dapat dibangun langsung atau dengan syarat hanya perubahan yang kecil.

- Zona konservasi meliputi kawasan lindung yang secara ekologis sangat kritis untuk dibangun, zona ini berfungsi sebagai penyanggah antara zona preservasi dan daerah pemanfaatan intensif.

5. Penentuan Sektor Unggulan
Sektor unggulan merupakan sektor potensial untuk dikembangkang pada zona konservasi dan zona pemanfaatan intensif. Sektor tersebut memiliki kriteria, yaitu: penghasil devisa, menyerap tenaga kerja banyak dll.

6. Penentuan Struktur Tata Ruang
Struktur tata ruang wilayah yang meliputi sistem jaringan dan pusat-pusat kegiatan yang membentuk ruang fisik wilayah harus mendukung dan kondusif bagi pengembangan sektor unggulan yang telah ditentukan, khususnya dalam hal kegiatan pemanfaatan ruang atau kegiatan pembangunan yang menggunakan faktor-faktor produksi ( seperti tenaga kerja, kapital, teknologi dll.) dan memiliki eksternalitas negatif baik dampak yang berupa bahan pencemar, sedimen, maupun terhadap perubahan bentang alam, dll.

7. Tata Ruang Sistem Wilayah Aliran Sungai
Perlunya keterpaduan dengan kegiatan penataan ruang dalam sistem wilayah aliran sungai di lahan atasnya. Kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah aliran sungai tersebut harus mengikuti persyaratan lingkungan bagi pengembangan sektor unggulan serta persyaratan yang berlaku pada zona preservasi di wilayah pesisir.

8. Jarak antar Zona Preservasi dengan Eksternalitas Negatif
Jarak minimal antar Zona preservasi dengan kegiatan penataan ruang yang mengeluarkan eksternalitas negatif ( pencemaran, sedimen, dlll.) ditentukan berdasarkan daya sebar eksternalitas tersebut dari sumbernya, yaitu :

St = Vt x t
St = Jarak tempuh pencemardari sumbernya
Vt = Kecepatan sebar pencemar
t = Waktu tempuh, yang bergantung pada tipe pasang surut

9. Musyawarah dan Hak Adat/ Tradisional
Keputusan terhadap konflik kepentingan dalam kegiatan pemanfaatan ruang yang terjadi antara para pelaku pembangunan diselesaikan melalui pendekatan musyawarah, dan media partisipatif lainnya.

Penataan ruang juga memperhatikan dan mengadopsi akan adanya hak adat/tradisional dan hak-hak lainnya yang sudah hidup dan berlaku dalam sistem tatanan sosial setempat.

Penataan ruang merupakan kebijakan publik yang bermaksud mengoptimalisasikan kepentingan antar pelaku pembangunan dalam kegiatan pemanfaatan ruang. Penataan ruang juga menterpadukan secara spatial fungsi-fungsi kegiatan pemanfaatan ruang, baik antar sektor maupun antar wilayah administrasi pemerintahan agar bersinergi positif dan tidak mengganggu.

Penataan ruang meliputi proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam perencanaan tata ruang perlu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan terjadinya produk rencana, yaitu :

- Konsensus, adanya peran serta aktif dan kesepakatan-kesepakatan antar pelaku pembangunnan di dalam penyusunan rencana

- Konsistensi, secara teknis ada kesamaan materi dengan rencana-rencana pada tingkat makro

- Legitimasi, produk rencana diakui, dapat diterima dan ditaati oleh semua pelaku pembangunan (karena memperhatikan faktor konsensus di atas)

- Legal aspek, produk rencana mempunyai kekuatan dan kepastian hukum

- Kompensasi, memperhatikan konsekuensi-konsekuensi biaya dampak yang ditimbulkan oleh akibat rencana tata ruang dilaksanakan, baik terhadap biaya dampak lingkungan fisik maupun sosial-ekonomi.

Pemerintah, dalam hal ini termasuk sebagai pelaku pembangunan, sebaiknya bukan hanya sebagai pengambil keputusan kebijakan tata ruang, tetapi dituntut peranannya sebagai fasilitator dalam kegiatan penataan ruang, sehingga perencanaan dapat lebih didekatkan kepada masyarakat ataupun pelaku pembangunan.***

Geografi

Geografi adalah studi tentang lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas bumi. Kata geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu g? (“Bumi”) dan graphein (“menulis”, atau “menjelaskan”).

Geografi juga merupakan nama judul buku bersejarah pada subyek ini, yang terkenal adalah Geographia tulisan Klaudios Ptolemaios (abad kedua).

Geografi lebih dari sekedar kartografi, studi tentang peta. Geografi tidak hanya menjawab apa dan dimana di atas muka bumi, tapi juga mengapa di situ dan tidak di tempat lainnya, kadang diartikan dengan “lokasi pada ruang.” Geografi mempelajari hal ini, baik yang disebabkan oleh alam atau manusia. Juga mempelajari akibat yang disebabkan dari perbedaan yang terjadi itu.

Sejarah Geografi

Bangsa Yunani adalah bangsa yang pertama dikenal secara aktif menjelajahi geografi sebagai ilmu dan filosofi, dengan pemikir utamanya Thales dari Miletus, Herodotus, Eratosthenes, Hipparchus, Aristotle, Dicaearchus dari Messana, Strabo, dan Ptolemy. Bangsa Romawi memberi sumbangan pada pemetaan karena mereka banyak menjelajahi negeri dan menambahkan teknik baru. Salah satu tekniknya adalah periplus, deskripsi pada pelabuhan dan daratan sepanjang garis pantai yang bisa dilihat pelaut di lepas pantai; contoh pertamanya adalah Hanno sang Navigator dari Carthaginia dan satu lagi dari Laut Erythraea, keduanya selamat di laut menggunakan teknik periplus dengan mengenali garis pantai laut Merah dan Teluk Persi.

Pada Jaman Pertengahan, bangsa Arab seperti Idirisi Ibnu Battuta dan Ibnu Khaldun memelihara dan terus membangun warisan bangsa Yunani dan Romawi. Dengan perjalanan Marco Polo, geografi menyebar ke seluruh Eropa. Selama jaman Renaissance dan pada abda ke-16 dan 17 banyak perjalanan besar dilakukan untuk mencari landasan teoritis dan detil yang lebih akurat. Geographia Generalis oleh Bernhardus Varenius dan peta dunia Gerardus Mercator adalah contoh terbesar.

Setelah abad ke ke-18 geografi mulai dikenal sebagai disiplin ilmu yang lengkap dan menjadi bagian dari kurikulum di universitas. Selama lebih dari dua abad kuantitas pengetahuan dan perangkat pembantu banyak ditemukan. Terdapat hubungan yang kuat antara geografi dengan geologi dan botani.

Di barat, selama abad ke-20, disiplin ilmu geografi melewati empat fase utama: determinisme lingkungan, geografi regional, revolusi kuantitatif dan geografi kritis.

Determinisme lingkungan adalah teori yang menyatakan bahwa karakteristik manusia dan budayanya disebabkan oleh lingkungan alamnya. Penganut fanatik deteriminisme lingkungan adalah Carl Ritter, Ellen Churchill Semple dan Ellsworth Huntington. Hipotesis terkenalnya adalah “iklim yang panas menyebabkan masyarakat di daerah tropis menjadi malas” dan “banyaknya perubahan pada tekanan udara pada daerah lintang sedang membuat orangnya lebih cerdas”. Ahli geografi determinisme lingkungan mencoba membuat studi itu menjadi teori yang berpengaruh. Sekitar tahun 1930-an pemikiran ini banyak ditentang karena tidak mempunyai landasan dan terlalu mudahnya membuat generalisasi (bahkan lebih sering memaksa). Determinisme lingkungan banyak membuat malu geografer kontemporer, dan menyebabkan sikap skeptis di kalangan geografer dengan klaim alam adalah penyebab utama budaya (seperti teori Jared Diamond).

Geografi regional menegaskan kembali topik bahasan geografi pada ruang dan tempat. Ahli geografi regional memfokuskan pada pengumpulan informasi deskriptif tentang suatu tempat, juga metode yang sesuai untuk membagi bumi menjadi beberapa wilayah atau region. Basis filosofi kajian ini diperkenalkan oleh Richard Hartshorne.

Revolusi kuantitatif adalah usaha geografi untuk mengukuhkan dirinya sebagai ilmu (sains), pada masa kebangkitan interes pada sains setelah peluncuran Sputnik. Revolusioner kuantitatif, sering disebut “kadet angkasa”, menyatakan bahwa kegunaan geografi adalah untuk menguji kesepakatan umum tentang pengaturan keruangan suatu fenomena. Mereka mengadopsi filosofi positifisme dari ilmu alam dan dengan menggunakan matematika – terutama statistika – sebagai cara untuk menguji hipotesis. Revolusi kuantitatif merupakan landasan utama pengembangan sistem informasi geografis.

Walaupun pendekatan positifisme dan pos-positifisme tetap menjadi hal yang penting dalam geografi, tetapi kemudian geografi kritis muncul sebagai kritik atas positifisme. Yang pertama adalah munculnya geografi manusia. Dengan latar belakang filosofi eksistensialisme dan fenomenologi, ahli geografi manusia (seperti Yi-Fu Tuan) memfokuskan pada peran manusia dan hubungannya dengan tempat. Pengaruh lainnya adalah geografi marxis, yang menerapkan teori sosial Karl Marx dan pengikutnya pada geografi fenomena. David Harvey dan Richard Peet merupakan geografer marxis yang terkenal.Geografi feminis, seperti pada namanya, menggunakan ide dari feminisme pada konteks geografis. Arus terakhir dari geografi kritis adalah geografi pos-modernis, yang mengambil ide teori pos-modernis dan pos-strukturalis untuk menjelajahi konstruksi sosial dari hubungan keruangan.

Metode

Hubungan keruangan merupakan kunci pada ilmu sinoptik ini, dan menggunakan peta sebagai perangkat utamanya. Kartografi klasik digabungkan dengan pendekatan analisis geografis yang lebih modern kemudian menghasilkan sistem informasi geografis (SIG) yang berbasis komputer..

Geografer menggunakan empat pendekatan:

  • Sistematis – Mengelompokkan pengetahuan geografis menjadi kategori yang kemudian dibahas secara global
  • Regional – Mempelajari hubungan sistematis antara kategori untuk wilayah tertentu atau lokasi di atas planet.
  • Deskriptif – Secara sederhana menjelaskan lokasi suatu masalah dan populasinya.
  • Analitis – Menjawab kenapa ditemukan suatu masalah dan populasi tersebut pada wilayah geografis tertentu.

Cabang

Geografi fisik

Cabang ini memusatkan pada geografi sebagai ilmu bumi, menggunakan biologi untuk memahami pola flora dan fauna global, dan matematika dan fisika untuk memahami pergerakan bumi dan hubungannya dengan anggota tata surya yang lain. Termasuk juga di dalamnya ekologi muka bumi dan geografi lingkungan.

Topik terkait: atmosfer – kepulauan – benua – gurun – pulau – bentuk muka bumi — samudera – laut – sungai – danau – ekologi – iklim – tanah – geomorfologi – biogeografi – garis waktu geografi, paleontologi dan paleogeografi

Geografi manusia

Cabang geografi manusia, atau politik/budaya – juga disebut antropogeografi yang fokus sebagai ilmu sosial, aspek non-fisik yang menyebabkan fenomena dunia. Mempelajari bagaimana manusia beradaptasi dengan wilayahnya dan manusia lainnya, dan pada transformasi makroskopis bagaimana manusia berperan di dunia. Bisa dibagi menjadi: geografi konomi, geografi politik (termasuk geopolitik), geografi sosial (termasuk geografi kota), geografi feminis dan geografi militer.

Topik terkait: Negara-negara di dunia – negara – bangsa – negara bagian – perkumpulan individu – provinsi – kabupaten – kota – kecamatan

Geografi manusia-lingkungan

Selama masa determinisme lingkungan, geografi bukan merupakan ilmu tentang hubungan keruangan, tetapi tentang bagaimana manusia dan lingkungannya berinteraksi. walaupun faham determinisme lingkungan sudah tidak berkembang, masih ada tradisi kuat di antara geografer untuk mengkaji hubungan antar manusia dengan alam. Terdapat dua bidang pada geografi manusia-lingkungan: ekologi budaya dan politik dam penelitian resiko-bencana.

Ekologi budaya dan politik

Ekologi budaya muncul sebagai hasil kerja Carl Sauer pada geografi dan pemikiran dalam antropologi. Ekologi budaya mempelajari bagaimana manusia beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Ilmu keberlanjutan (sustainability) kemudian tumbuh dari tradisi ini. Ekologi poltik bangkit ketika beberapa geografer menggunakan aspek geografi kritis untuk melihat hubungan kekuatan alam dan bagaimana pengaruhnya terhadap manusia. Misalnya, studi yang berpengaruh oleh Micahel Watts berpendapat bahwa kelaparan di Sahel disebabkan oleh perubahan sistem politik dan ekonomi di wilayah itu sebagai hasil dari kolonialisme dan menyebarkan praktek kapitalisme.

Penelitian resiko-bencana

Penelitian pada bencana dimulai oleh Gilbert F. Withe, yang mencoba memahami mengapa orang tinggal dataran banjir yang mudah terkena bencana. Sejak itu, bidang ini berkembang menjadi multi disiplin dengan mempelajari bencana alam (seperti gempa bumi) dan bencana teknologi (seperti kebocoran reaktor nuklir). Geografer yang mempelajari bencana tertarik pada dinamika bencana dan bagaimana manusia dan masyarakat menghadapinya.

Geografi sejarah

Cabang ini mencari penjelasan bagaimana budaya dari berbagai tempat di bumi berkembang dan menjadi seperti sekarang. Studi tentang muka bumi merupakan satu dari banyak kunci atas bidang ini – banyak disimpulkan tentang pengaruh masyarakat dahulu pada lingkungan dan sekitarnya.

Ada apa dibalik nama? Geografi sejarah dan kampus Berkeley

“Geografi Sejarah” tentu saja merupakan akibat timbal-balik dari geografi dan sejarah. Tetapi di Amerika Serikat, mempunyai arti yang yang lebih spesifik. Nama ini dikenalkan oleh Carl Ortwin Sauer dari Universitas California, Berkeley dengan programnya me-reorganisir geografi budaya (beberapa orang menyebutkan semua geografi) pada semua wilayah, dimulai pada awal abad ke-20.

Bagi Sauer, muka bumi dan budaya di atasnya hanya bisa dipahami jika mempelajari semua pengaruhnya (fisik, budaya, ekonomi, politik, lingkungan) menurut sejarah. Sauer menekankan kajian wilayah sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan kekhususan pada wilayah di atas bumi.

Filosofi Sauer merupakan pembentuk utama pemikiran geografi di Amerika pada pertengahan abad ke-20. Sampai sekarang kajian wilayah masih menjadi bagian departemen geografi di kampus-kampus di AS. Tetapi banyak geografer beranggapan ini akan membahayakan ilmu geografi itu sendiri untuk jangka panjang: penyebabnya adalah terlalu banyak pengumpulan data dan klasifikasi, sementara analisis dan penjelasannya terlalu sedikit. Studi ini menjadi lebih spesifik pada wilayah sementara geografer angkatan berikutnya berusaha mencari nama yang tepat untuk ini. Mungkin ini yang menyebabkan krisis 1950-an pada geografi yang hampir menghancurkannya sebagai disiplin akademis.

Teknik Geografis

  • Kartografi mempelajari representasi permukaan bumi dengan simbol abstrak. Bisa dibilang, tanpa banyak kontroversi, kartografi merupakan penyebab meluasnya kajian geografi. Kebanyakan geografer mengakui bahwa ketertarikan mereka pada geografi dimulai ketika mereka terpesona oleh peta di masa kecil mereka. walaupun subdisiplin ilmu geografi lainnya masih bergantung pada peta untuk menampilkan hasil analisisnya, pembuatan peta itu sendiri masih terlalu abstrak untuk dianggap sebagai ilmu terpisah.

    Kartografi berkembang dari kumpulan teknik menggambar menjadi bagian sebuah ilmu. Seorang kartografer harus memahami psikologi kognitif dan ergonomi untuk membuat simbol apa yang cocok untuk mewakili informasi tentang bumi yang bisa dimengerti orang lain secara efektif, dan psikologi perilaku untuk mempengaruhi pembaca memahami informasi yang dibuatnya. Mereka juga harus belajar geodesi dan matemika yang tidak sederhana untuk memahami bagaimana bentuk bumi berpengaruh pada penyimpangan atau distorsi dari proses proyeksi ke bidang datar.

  • Sistem Informasi Geografis membahas masalah penyimpanan informasi tentang bumi dengan cara otomatis melalui komputer secara akurat secara informasi. Sebagai tambahan pada subdisiplin ilmu geografi lainnya, spesialis SIG harus mengerti ilmu komputer dan sistem database. SIG memacu revolusi kartografi sehingga sekarang hampir semua pembuatan peta dibuat dengan piranti lunak (software) SIG.
  • Metode kuantitatif geografi membahas metode numerik yang khas (atau paling tidak yang banyak ditemukan) dalam geografi. Sebagai tambahan pada analisis keruangan, anda mungkin akan menemukan analisis klaster, analisis diskriminan dan uji statistik non-parametris pada studi geografi.

Bidang Terkait

Perencanaan Kota dan Wilayah

Perencanaan kota dan perencanaan wilayah menggunakan ilmu geografi untuk membantu mempelajari bagaimana membangun (atau tidak membangun) suatu lahan menurut kriteria tertentu, misalnya keamanan, keindahan, kesempatan ekonomi, perlindungan cagar alam tau cagar budaya, dsb. Perencanaan kota, baik kota kecil maupun kota besar, atau perencanaan pedesaan mungkin bisa dianggap sebagai geografi terapan walau mungkin terlihat lebih banyak seni dan pelajaran sejarah. Beberapa masalah yang dihadapi para perencana wilayah diantaranya adalah eksodus masyarakat desa dan kota dan Pertumbuhan Pintar (Smart Growth).

Ilmu Wilayah

Pada tahun 1950-an, gerakan ilmu wilayah muncul, dipimpin oleh Walter Isard untuk menghasilkan lebih banyak dasar kuantitatif dan analitis pada masalah geografi, sebagai tanggapan atas pendekatan kualitatif pada program geografi tradisional. Ilmu wilayah berisi pengetahuan bagaimana dimensi keruangan menjadi peran penting, seperti ekonomi regional, pengelolaan sumber daya, teori lokasi, perencanaan kota dan wilayah, transportasi dan komunikasi, geografi manusia, persebaran populasi, ekologi muka bumi dan kualitas lingkungan.

Sabtu, 16 Januari 2010

Indonesia berada di Zone Gempa Risiko Tinggi

Gempa tektonik hebat dan berkekuatan tinggi biasa terjadi di sepanjang kawasan subduksi.
Inilah zone gempa bumi risiko tinggi. Indonesia berada di zone kegempaan risiko tinggi Hidayat
ullah.com
--Gempa tektonik di Aceh yang disusul Tsunami dahsyat, kembali mengingatkan seluruh warga
Indonesia, bahwa mereka hidup di kawasan kegempaan risiko tinggi. Artinya, bahaya gempa
tektonik kuat, tsunami atau juga letusan gunung api tetap mengancam setiap waktu. Gempa
bumi tektonik hebat, biasanya terjadi di sepanjang kawasan penujaman lempeng tektonik yang
disebut kawasan subduksi. Ciri khas dari kawasan subduksi, antara lain terbentuknya palung
laut dalam serta rangkaian pegunungan di sepanjang zone subduksi. Di Indonesia, zone
subduksi di sepanjang palung Jawa di samudra Hindia yang membentang dari Aceh hingga
Flores, tetap merupakan kawasan kegempaan aktif.
Tentu saja orang awam sulit membayangkan, bagaimana zone gempa bumi atau aktivitas
gunung api dapat muncul di sebagian besar wilayah Indonesia. Juga para ahli geologi baru
menegaskan keberadaan kawasan gempa, zone subduksi dan keberadaan lempeng tektonik
pada tahun 1960 yang lalu. Landasannya adalah teori lempeng tektonik yang diperkenalkan
oleh ahli meteorologi dan geologi Jerman, Alfred Wegener pada tahun 1912. Inti dari teorinya,
kerak Bumi sebetulnya terdiri dari lempengan-lempengan besar, yang seolah mengapung dan
bergerak pada lapisan inti Bumi yang lebih cair.
Untuk membuktikan teori Wegener tsb, para pakar geologi di seluruh dunia memerlukan waktu
hampir setengah abad. Mula-mula, teori mengenai lempengan kerak Bumi yang terus bergerak
amat sulit diterima. Sejak berabad-abad diyakini, posisi benua-benua di Bumi adalah tetap.
Baru sesudah teori lempeng tektonik dari Wegener terbukti, bahwa kerak Bumi memang
terpecah-pecah dalam lempengan-lempengan tektonik yang saling menjauh, bertabrakan atau
bergesekan satu sama lainnya, dikembangkan teori zone kegempaan, zone gunung api aktif
serta ancaman bahaya di sekitarnya.
Ring of Fire
Zone subduksi maupun pemisahan lempeng tektonik yang paling aktif dan terkenal adalah
yang disebut kawasan Circum Pasifik. Kawasan yang disebut cincin api Pasifik tsb, paling
sering memicu gempa bumi hebat dan juga tsunami dahsyat. Cincin api Pasifik membentang
diantara subduksi maupun pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng Indo-Australia,
lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan
lempeng Amerika Selatan. Jadi cakupannya amat luas, membentang dari mulai pantai barat
Amerika Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke Kanada, semenanjung
Kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia baru dan kepulauan di Pasifik Selatan.
Zone kegempaan dan gunung api aktif Circum Pasifik amat terkenal, karena setiap gempa
hebat atau tsunami dahsyat di kawasan tsb, dipastikan menelan korban jiwa manusia amat
banyak. Contoh paling akhir adalah gempa hebat berkuatan 9.0 pada Skala Richter di Samudra
Hindia di lepas pantai sejauh 160 km dari Aceh pada tanggal 26 Desember lalu. Gelombang
tsunami yang dipicu gempa hebat itu, melanda 12 negara di Asia dan Afrika hanya dalam waktu
sekitar lima jam. Jumlah korban tewas juga amat luar biasa, yakni sekitar 200.000 orang, lebih
dari separuhnya di Aceh. Bagi Indonesia, ini merupakan gempa dan tsunami terhebat kedua
1 / 3
Indonesia berada di Zone Gempa Risiko Tinggi
Monday, 10 January 2005 07:07
setelah meletusnya gunung api Kratakatu pada tahun 1883 lalu, yang menewaskan lebih dari
36.000 orang.
Tentu muncul pertanyaan selanjutnya, bagaimana mekanisme gempa di kawasan subduksi
tsb? Mengapa gempa atau aktivitas gunung api, justru muncul di kawasan tsb? Mengacu pada
teori tektonik lempeng dari Wegener, sejak beberapa ratus juta tahun lalu kerak Bumi
terpecah-pecah menjadi lempengan-lempengan yang mengapung di atas inti yang lebih cair.
Ketebalan kerak Bumi ini dapat mencapai 80 kilometer, namun banyak yang lebih tipis lagi.
Para ahli geologi mencatat terdapatnya beberapa lempengan tektonik yang ukurannya amat
besar, antara lain lempeng Pasifik, lempeng Indo-Australia, Lempeng Amerika Selatan dan
Utara, lempeng Eurasia, Lempeng Afrika, lempeng Antartika dan lempeng Arab.
Jika lempeng tektonik raksasa itu saling bertumbukan akan terjadi penujaman. Berdasarkan
hukum fisika sederhana, lempengan yang berat jenisnya lebih tinggi atau massanya lebih
besar, akan menujam ke bawah lempengan yang lebih ringan. Karena mengapung di atas
cairan inti Bumi, setiap lempengan juga bergerak amat lambat saling mendesak. Atau saling
terpisah, seperti di patahan Pasifik timur. Di kawasan pemisahan lempeng tektonik, terjadi
aktivitas magmatis berupa penambahan landas samudra. Pergerakan tektonik ini memang
amat lambat, rata-rata hanya satu sampai 10 sentimeter per tahun, atau setara dengan
kecepatan tumbuhnya kuku manusia. Misalnya saja di kawasan pusat gempa Aceh, lempeng
Indo-Australia bergerak sekitar enam sentimeter per tahun ke arah utara mendesak lempeng
Eurasia.
Bergerak lambat
Akan tetapi, pergerakan amat lambat itu, menimbun energi amat dahsyat secara pelan-pelan,
di kedalaman sampai 80 km. Jika dua lempeng tektonik bertumbukan, di sepanjang zone
tumbukannya biasanya juga muncul aktivitas gunung api. Ini merupakan mekanisme yang logis,
karena kerak Bumi di zone itu juga terangkat, sehingga magma dari inti Bumi dapat naik melalui
patahan-patahan raksasa. Dengan mekanisme itu pula, dapat diterangkan mengapa di
Indonesia terdapat sedikitnya 128 gunung api aktif yang sewaktu-waktu dapat menjadi
ancaman bencana alam. Alam bergerak sangat lambat, dan manusia tidak merasakannya.
Namun jangan dilupakan, di balik kelambatan gerak itu, terhimpun energi mahabesar.
Jika tekanan dan regangan tumbukan dua lempeng tektonik mencapai titik jenuh, biasanya
akan terjadi gerakan kerak bumi secara tiba-tiba. Inilah yang disebut gempa bumi. Dalam
kejadian gempa Aceh misalnya, zone subduksi sepanjang seribu kilometer tiba-tiba bergerak
beberapa meter, dan melepaskan energi setara dengan letusan 10.000 bom atom. Untuk
mengukur kekuatan gempa bumi, banyak standar yang digunakan, namun yang paling populer
adalah yang disebut skala Richter. Gempa Aceh tanggal 26 Desember 2004 berkekuatan 9.0
pada skala Richter, yang berarti munculnya kerusakan total di kawasan sekitar gempa.
Kapan akan terjadinya gempa, amat sulit diramalkan. Sebab, gempa dapat terjadi kapanpun
dan dimanapun di seluruh zone kegempaan dunia. Para pakar kegempaan menyusun berbagai
teori baru, menyangkut kemungkinan terjadinya gempa bumi. Yang paling aktual adalah teori
domino gempa Bumi, yakni satu gempa di kawasan tertentu dapat memicu gempa di kawasan
2 / 3
Indonesia berada di Zone Gempa Risiko Tinggi
Monday, 10 January 2005 07:07
lainnya. Namun tidak selalu pola terjadinya gempa Bumi mengikuti teori tsb. Banyak gempa
yang tiba-tiba mengguncang dengan kekuatan luar biasa. Memang gempa hebat di dasar laut,
yang memicu tsunami dahsyat seperti yang terjadi di Samudra Hindia amat jarang terjadi.
Namun tentu saja semua itu tidak boleh mengendurkan kewaspadaan. Walaupun dihadapi
berbagai keterbatasan, tapi sistem peringatan dini baik untuk gempa maupun tsunami tetap
penting. (dwwd)
3 / 3

Gempa bumi yang mengguncang Haiti

Gempa bumi yang mengguncang Haiti ternyata sudah diperkirakan jauh sebelumnya oleh para ilmuwan.

Menurut mereka, pulau Hispaniola, tempat Haiti dan Republik Dominika berbagi ruang merupakan kawasan yang rentan dilanda gempa bumi. Lima ilmuwan menunjukkan artikel sebuah surat kabar yang memuat berita tentang Konferensi Geologi Karibia di Santo Domingo, Republik Dominika.

Konferensi yang dilaksanakan pada Maret 2008 ini membahas persoalan “bahaya seismik mayor” yang mungkin sekali melanda Hispaniola, khususnya kawasan pulau selatan. Prediksi dan statistik ini akhirnya benar-benar terjadi Selasa (12/1) waktu setempat atau kemarin WIB. Gempa bumi kali ini berasal dari jajaran zona pergesekan yang sama.

Para ahli menyebut area ini sebagai zona Enriquillo-Plaintain. “Kami sangat prihatin atas terjadinya bencana ini,” ungkap kolumnis sekaligus peneliti senior dari University of Texas’ Institute for Geophysics, Paul Mann. Dia menambahkan bahwa selama ini zona yang bersangkutan tidak pernah memperlihatkan pergerakan.

“Zona itu tidak pernah bergerak sedikit pun selama ratusan tahun,” ungkapnya pada Selasa pagi waktu setempat. Untuk itulah, para ilmuwan cukup sulit untuk memprediksi kapankah lempeng-lempeng ini akan bergeser.

“Haiti merupakan salah satu kawasan seismikal aktif di dunia,” papar seorang geologis, Jian Lin dari Woods Hole Oceanographic Institution di Massachusetts. Episentrum gempa bumi Haiti pada Selasa lalu berada 16 km sebelah selatan ibu kota Haiti, Port-au-Price. (CNN/anastasia ika)(Koran SI/Koran SI/rhs)

Haiti Earthquake.

Haiti Earthquake. Pada tanggal 12 Januari 2010 pukul 4:53 waktu setempat, sebuah gempa bumi berkekuatan 7,0 Skala Richter melanda Pulau Hispaniola, hanya 15 kilometer (10 mil) barat daya dari ibukota Haiti Port-au-Prince. Selain besarnya magnitude yang sangat kuat, gempa dangkal dengan kedalaman sekitar 8,3 kilometer (5,2 mil) dipastikan di beberapa titik merasakan getaran yang sangat kuat.

Peta Gempa Haiti

Peta ini menunjukkan pengaruh topografi dan tektonik di wilayah gempa. Wilayah laut muncul dalam nuansa biru, dan daerah tanah muncul dalam nuansa cokelat. Warna ringan menunjukkan elevasi yang lebih tinggi di daratan dan kedalaman dangkal di dalam air. Lingkaran hitam menandai lokasi gempa ditentukan oleh USGS, dan ukuran lingkaran sesuai dengan magnitude gempa. Puluhan gempa susulan mengikuti gempa utama. Garis-garis merah menunjukkan jalur patahan.

USGS melaporkan bahwa gempa bumi terjadi di sepanjang batas antara Karibia dan Amerika Utara. Dua lempeng tektonik bertemu di strike-slip fault dengan piring Karibia bergerak ke arah timur sehubungan dengan lempeng Amerika Utara. 12 Januari adalah gempa bumi yang terburuk yang menyerang wilayah itu dalam beberapa dekade, dan mungkin lebih dari satu abad.

Menurut laporan berita, sekolah, rumah sakit, gedung pemerintah, pusat-pusat bantuan, dan rumah roboh. Pihak berwenang melaporkan bahwa ribuan orang dikhawatirkan tewas. Masyarakat bergegas untuk menyelamatkan teman-teman dan anggota keluarga tanpa fasilitas listrik atau layanan telepon yang berfungsi sementara lebih dari 30 gempa susulan mengguncang daerah itu.

Haiti Earthquake

Hasil video untuk haiti earthquake

Haiti Earthquake

Minggu, 10 Januari 2010

Kesulitan, faktor pendukung dan penghambat, guru geografi, KTSP.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan secara bertahap mulai tahun 2006 merupakan hasil revisi dan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk menggantikan kurikulum sebelumnya. Dalam KTSP guru dan sekolah diberikan keleluasaan untuk mengembangkan kurikulum dengan berpatokan pada standar isi, standar kompetensi lulusan, dan panduan penyusunan kurikulum yang ditetapkan pemerintah.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru Geografi SMA dan MA Negeri Kabupaten Sumenep dalam mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (2) Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat guru Geografi SMA dan MA Negeri Kabupaten Sumenep dalam mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Penelitian ini dilakukan di SMA dan MA Negeri Kabupaten Sumenep. Populasi dalam penelitian ini adalah guru Geografi dan siswa SMA dan MA Negeri Kabupaten Sumenep. Adapun sampel penelitian dari guru adalah seluruh populasi guru Geografi yang berjumlah 14 guru dari 7 SMA dan 1 MA Negeri, sedangkan dari siswa ditentukan 80 siswa dari 8 sekolah sebagai sampel penelitian. Adapun tujuan penentuan sampel siswa dalam penelitian ini sebagai cross-chek data yang berasal dari guru. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan wawancara. Analisis data menggunakan tabel persentase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kesulitan guru Geografi dalam perencanaan pembelajaran, yaitu kesulitan dalam menentukan alokasi waktu, menentukan kegiatan atau metode pembelajaran, tidak memiliki cukup waktu dalam menyusun LKS, menentukan buku sumber yang memenuhi seluruh standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator, menentukan media yang dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa serta jumlah media yang terbatas. (b) Dalam pelaksanaan pembelajaran guru Geografi mengalami kesulitan karena kurangnya waktu yang disediakan, kurangnya sarana dan prasarana pendukung, jumlah siswa terlalu banyak, menata kursi dan meja siswa serta posisi guru (c) Dalam penilaian pembelajaran guru mengalami kesulitan dalam melakukan penilaian ranah psikomotorik (keterampilan), dalam menyusun instrumen penilaian kognitif guru Geografi kesulitan menentukan pedoman penskoran, jumlah siswa terlalu banyak dan terbatasnya waktu. Adapun dalam menyusun instrumen penilaian ranah afektif dan psikomotorik guru mengalami kesulitan dalam pemilihan aspek yang dinilai, penentuan indikator yang dinilai, jumlah siswa terlalu banyak, dan keterbatasan waktu. (2) Faktor pendukung guru Geografi dalam mengimplementasikan KTSP yaitu latar belakang pendidikan sudah sesuai dengan bidang ajar, memiliki pengalaman mengajar yang cukup, pernah mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran Geografi yang sesuai dengan KTSP, beban mengajar di bawah ketentuan yang ditetapkan pemerintah , dan tidak memiliki jabatan selain mengajar. Sedangkan faktor penghambat guru Geografi dalam mengimplementasikan KTSP yaitu berstatus guru tidak tetap dan mengajar di sekolah lain.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan guru Geografi mencari informasi tentang metode-metode yang dapat mengaktifkan dan menumbuhkan kreativitas peserta didik, memilih media-media yang mudah didapatkan dan mampu menarik perhatian siswa, meningkatkan kemampuan dalam mengajar sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran siswa dapat terlibat aktif dan memiliki motivasi yang besar dalam kegiatan pembelajaran. Dalam melakukan penilaian guru hendaknya mencari informasi tentang berbagai bentuk penilaian dalam KTSP, misalnya dari berbagai buku maupun internet, karena sekarang ini sudah banyak buku yang menjelaskan tentang berbagai bentuk dan teknik penilaian dalam KTSP.

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) I Geografi

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan kegiatan instruksional yang
dilaksanakan oleh lembaga pendidikan seperti UNNES. Hakekat geografi adalah
digali dari lapangan yang nyata, dapat memberikan kesan yang baik bagi yang
mempelajarinya. Oleh karena itu Kuliah Kerja Lapangan merupakan metode
mengajar yang mengembangkan ketiga domain (afektif, kognitif dan psikomotorik)
sesuai dengan hakekat geografi dan objek geografi yaitu geosfer (litosfer, hidrosfer,
biosfer, atmosfer) sehingga konsep esensial geografi dapat dipahami. Dengan
kegiatan KKL maka para mahasiswa akan mampu menemukan sendiri dan dari pokok
bahasan di kelas akan dipraktekan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Untuk
mencapai kegiatan tersebut dibutuhkan waktu yang tidak sama lamanya, waktu
kegiatan di lapangan bergantung pada tujuan dan jarak tempat yang menjadi objek
kajian, mungkin beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Pelaksanaan kegaitan KKL
I adalah dalam rangka mempelajari dan mengaplikasikan sesuatu dari beberapa mata
kuliah, yang mana dalam satu kali kegiatan lapangan bisa digunakan untuk
bermacam-macam ilmu dan dapat mencapai tujuan yang berbeda-beda, dari beberapa
disiplin ilmu. Melalui pelaksanaan KKL pada proses belajar mengajar geografi dasar
mental mahasiswa yang meliputi dorongan dapat di bina dan dikembangkan seperti:
a. Dorongan ingin tahu (sense of curiosity)
b. Dorongan minat (sense of interest)
c. Dorongan ingin membuktikan kenyataan (sense of reality)
d. Dorongan ingin menemukan sendiri gejala dilapangan (sense of discovery).
(Irawan Merta, 2003:13)
Dalam penelitian ini difokuskan pada KKL I yaitu daerah Mrapen, Bleduk
Kuwu yang berlokasi di Purwodadi, Pegunungan Kendeng di Sragen dan Parang
Tritis di Bantul. Pada KKL I pengamatan dan pengukuran lebih menekankan pada
Geologi, Geomorfologi dan kondisi sosial ekonomi yang meliputi:
a. Kondisi batuan dan fisik batuan
b. Kondisi tanah
c. Penggunaan lahan
d. Kondisi social ekonominya (Palangan, 2000:5)
F. Geografi Fisik dan Geografi Sosial
1. Geografi fisik
Geografi fisik adalah ilmu yang mempelajari tentang element penting dalam
lingkungan fisik manusia (Strahler, hal 3).
Cabang dari ilmu alam yang termasuk dalam Geografi fisik adalah atmosfer,
pengetahuan mengenai meteorologi dan klimatologi, oceanografi fisik, geologi,
pengetahuan tanah, ekologi tumbuhan, biogeografi, dan geomorfologi (Strahler, hal
3).
Untuk Geografi fisik, mata kuliah yang telah diambil mahasiswa semester
satu dan dua terdiri dari: Geologi, Praktikum Geologi, Geomorfologi, Praktikum
Geomorfologi, Meteorologi Klimatologi, Praktikum Meteorologi Klimatologi,
Geografi tanah, Praktikum Geografi tanah, Oceanografi.
2. Geografi sosial
Geografi sosial sebagai suatu ilmu social yang memandang manusia sebagai
objek telaahnya atau dapat dikatakan menempatkan manusia dipusat telaahnya
(Daldjoeni, 1997:82).
Untuk Geografi sosial, mata kuliah yang sudah diambil mahasiswa semester
satu dan dua terdiri: Geografi social dan Geografi penduduk atau Demografi.

METODE PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

“Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena
geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks
keruangan“ (Semlok, 1988:3).
Pengajaran geografi pada hakekatnya adalah untuk mengembangkan
kemampuan siswa mengenali dan memahami gejala alam dan kehidupan dalam
kaitannya dengan keruangan dan kewilayahan, mengembangkan sikap positif rasional
untuk menghadapi permasalahan yang timbul sebagai akibat adanya pengaruh
lingkungan. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, bahwa pengajaran Geografi
memiliki tujuan umum dan nilai–nilai yang diperoleh antara lain: menanamkan
kesadaran bermasyarakat dan berkesadaran akan keharusan bekerja, mampu
membudayakan alam sekitar dan memanfaatkan kekayaannya. Tujuan pendidikan
nasional dan tujuan pengajaran akan tercapai apabila tercipta iklim proses belajar
mengajar yang kondusif. Setiap pengajaran harus meliputi, pengalaman belajar siswa
diarahkan pada tiga tujuan pengajaran yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik
(Sumiati,1999:1).
Geografi merupakan pengetahuan sosial yang sifatnya kompleks, yang akan
melatih mahasiswa secara afektif, kognitif dan psikomotoriknya, dalam hal belajar.
Selain teori-teori yang didapat mahasiswa di dalam kelas, harus di tunjang oleh
praktek laboratorium dan praktek lapangan yang sering disebut Kuliah Kerja
Lapangan (KKL). Di dalam proses belajar mengajar kadang mahasiswa merasa jenuh
dan malas untuk mempelajari teori-teori yang ada, karena di anggap sukar dan sulit di
pahami, mereka akan lebih paham bila sudah melaksanakan praktek atau ikut dalam
Kuliah Kerja Lapangan (KKL), karena Kuliah Kerja Lapangan berfungsi
mengaplikasikan teori didalam kelas dengan di lapangan sehingga akan berpengaruh
pada prestasi belajar dan keefektifan dalam proses belajarnya.
Pelajaran atau kerja lapangan pada dasarnya merupakan hal yang tidak boleh
ditinggalkan dalam Geografi. Disamping akan sangat membantu dalam
pengembangan analisis, sintesis, interpretasi, mengamati korelasi dan nilai hubungan
kausal, pelajaran lapangan juga akan sangat berguna dalam hal menyamakan persepsi
dan membakukan pengertian. Persepsi individu bersifat subjektif dipengaruhi oleh
derajat perhatian, diwarnai oleh pengalaman yang sudah ada dan dapat bersifat sangat
khas.
Keefektifan pelaksanaan suatu kegiatan merupakan salah satu tujuan yang
hendak dicapai. Seperti halnya dengan pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
yang merupakan program wajib bagi mahasiswa Jurusan Geografi di lingkungan FIS
UNNES (Sutomo,2000:1). Kuliah Kerja Lapangan yang dilaksanakan di Jurusan
Geografi sebagai suatu metode pembelajaran secara kontekstual merupakan
pengabungan antara materi pelajaran dengan pengalaman sehari-hari mahasiswa,
masyarakat dan pekerjaan di lingkunganya. Kontekstual disini berarti bahwa dalam
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) itu pembelajarannya secara konkrit yang melibatkan
kegiatan secara hand on dan minds on yaitu pembelajaran yang secara langsung
dialami dan diingat oleh mahasiswa. Dalam pembelajaran dengan metode kontekstual
materi disampaikan dalam konteks yang sesuai dengan lingkungan dan bermakna
bagi mahasiswa (Gafur, 2003:37).
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) sebagai suatu metode pembelajaran secara
kontekstual, disamping sangat membantu di dalam mengembangkan kemampuan
analisis interpretasi, menilai hubungan kausal, pelajaran lapangan juga akan sangat
berguna dalam hal menyamakan persepsi dan yang lebih penting adalah
meningkatkan kualitas mahasiswa yang berupa prestasi belajar mahasiswa Geografi.
Dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan, mahasiswa yang aktif mengadakan
penelitian dan mempergunakan alat-alat yang ada, dengan begitu akan lebih mudah
bagi mereka untuk mengingatnya. Namun begitu, tidak sedikit mahasiswa yang
benar-benar memanfaatkan situasi di lapangan untuk menerapkan ilmu yang
diperolehnya di kelas, yang kemudian menerapkannya di lapangan. Juga ada yang
mengatakan mendapat tambahan pengetahuan setelah mengikuti Kuliah Kerja
Lapangan (KKL). Materi Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ikut menguatkan teori yang
diperoleh selama mengikuti perkuliahan di kampus, disamping pengayaan yang
dilakukan oleh masing-masing individu. Dengan adanya penelitian diharapkan
keberhasilan Kuliah Kerja Lapangan dapat diketahui, khususnya pengaruh Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) I sebagai suatu metode pembelajaran secara kontekstual,
terhadap prestasi belajar mahasiswa pendidikan Geografi.

Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) I Geografi

Mulyantari. 2005 “Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) I Geografi Sebagai Salah Satu
Metode Pembelajaran Kontekstual dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi
Belajar Mahasiswa Pendidikan Geografi“. Jurusan Geografi . FIS.
UNNES 62 halaman
Kata kunci : Pengaruh Kuliah Kerja Lapangan I Geografi, prestasi belajar
Geografi merupakan pengetahuan sosial yang sifatnya kompleks, yang akan
melatih mahasiswa secara afektif, kognitif, dan psikomotoriknya. Selain teori yang
didapat mahasiswa di dalam kelas, harus juga ditunjang oleh praktek laboratorium
dan praktek lapangan yang sering disebut Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Pelajaran
dan kerja lapangan pada dasarnya merupakan hal yang tidak boleh ditinggalkan
dalam Geografi. Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan kesempatan yang tepat
untuk mengembangkan potensi dalam hal berfikirpikir, ketrampilan, dan kepribadian,
karena terjadi interaksi antara mahasiswa dengan objek belajar. Oleh karena itu,
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Geografi dijadikan sebagai salah satu pembelajaran
konteksual.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah KKL yang
dilaksanakan jurusan Geografi sudah memenuhi tujuh komponen pembelajaran
kontekstual, 2. Apakah KKL sebagai pembelajaran kontekstual berpengaruh terhadap
prestasi belajar mahasiswa.Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui
keberhasilan pembelajaran kontekstual oleh mahasiswa Geografi dalam KKL I, dan
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh KKL I terhadap prestasi belajar
mahasiswa. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada mahasiswa Geografi tentang pengaruh KKL I sebagai salah satu metode
pembelajaran kontekstual, yang langsung memberi pengalaman dan pengetahuan
secara konkrit dan nyata pada mahasiswa, terhadap teori yang didapat di dalam kelas,
dan diharapkan mahasiswa akan lebih memeksimalkan pelaksanaan Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) dengan melihat teori, baik yang sifatnya fisik maupun sosial.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa pendidikan Geografi
angkatan 2001, 2002, 2003 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Karena persebaran populasi pada kelas-kelas jumlahnya berbeda, maka untuk
mendapatkan sampel, untuk mewakili populasi yang ada, sampel diambil 20% dari
tiap-tiap angkatan dengan cara proporsional random sampel. Sehingga jumlah
sampel 29 mahasiswa. Variabel yang diteliti yaitu : variable bebas hasil belajar KKL
(X1) dan hasil belajar Geografi (X2) yang terbagi dalam dua kelompok yaitu
Geografi fisik (X1.2) dan Geografi sosial (X2.2), sedangkan untuk variable terikatnya
adalah prestasi belajar (IP) mahasiswa (Y). Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dalam bentuk angket tertutup dan
dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif dan
teknik analisis statistik regresi ganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang
dilaksanakan Jurusan Geografi FIS UNNES sudah memenuhi ketujuh komponen
pembelajaran kontekstual dan dalam kategori baik dengan presentase yang didapat
74,82%, tapi untuk komponen menemukan (inquiry) dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment) masih dalam kategori kurang. Dari analisis statistik regresi
hasil belajar Geografi fisik dan Geografi sosial terhadap hasil belajar Kuliah Kerja
Lapangan tidak signifikan. Sedangkan untuk analisis regresi ganda antara hasil
belajar Kuliah Kerja Lapangan (X1), dan akademik hasil belajar Geografi (X2)
terhadap prestasi belajar (Y) mahasiswa, terdapat korelasi yang nyata (signifikan).
Hal ini dapat dilihat dari analisis statistik uji parsial dengan thitung sebesar 2.789
dengan probailitas 0.01 < 0.05 (signifikan) untuk hasil belajar KKL (X1), sedang
thitumg 9.575 dengan probabilitas 0.0 < 0.05 (signifikan) untuk hasil belajar Geografi
(X2).
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa KKL I
Geografi dapat dijadikan sebagai salah satu pembelajaran kontekstual, karena sudah
memenuhi tujuh komponen dalam pembelajaran kontekstual, tapi masih perlu
ditingkatkan untuk komponen menemukan (inquiry) dan komponen penilaian
sebenarnaya (authentic assessment). Kemampuan hasil belajar KKL I Geografi
berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa pendidikan Geografi , tapi didukung
oleh mata kuliah lain baik yang sifatnya fisik maupun sosial. Adanya hubungan yang
signifikan antara hasil belajar Kuliah Kerja Lapangan (KKL) terhadap prestasi
belajar mahasiswa (IP) perlu ditingkatkan agar dapat menjadi fungsional dalam
meningkatkan prestasi belajar mahasiswa pendidikan Geografi FIS UNNES pada
tahun-tahun yang akan datang.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca
mahasiswa maupun dosen. Para mahasiswa diharapkan dapat lebih memaksimalkan
pelaksanaan KKL yang merupakan salah satu pembelajaran kontekstual, dengan tujuh
komponen di dalamnya supaya sumbangannya terhadap prestasi belajar mahasiswa
semakin meningkat. Demikian juga untuk para dosen agar lebih meningkatkan
pelaksanaan KKL I, seperti dengan pembentukan kelompok-kelompok dalam
melaksanakan penelitian, untuk lebih memudahkan dosen memberikan penilaian.
Sehingga tujuh komponen pembelajaran kontekstual dapat terlaksana secara
maksimal pada pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan I.

Penebangan Kayu Liar


PDF Print E-mail


ImageSuatu rangkaian video klip yang menunjukkan bagaimana kayu tebangan liar dari Papua dapat masuk ke pabrik di Cina dan pasar di Amerika Serikat melalui penadah di Singapura dan Malaysia menggunakan dokumen palsu dari Malaysia.

Illegal logging (1)
Kode YouTube: P_5xIgetEF4

Illegal logging (2)
Kode YouTube: UHIFkRBlqmw

Illegal logging (3)
Kode YouTube: h5faeJPOq6U

Certisource: Timber Verification Certification
Kode YouTube: wz20FxM88HQ


Sabtu, 09 Januari 2010

Kajian Geografi

MUSIBAH ATAU KE-TIDAK-WARASAN

Oleh: Imam Semar


DEFINISI KE-TIDAK-WARASAN (INSANITY)

Apa itu ke-tidak-warasan? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya ambilkan pendapat dari seorang yang sudah dikenal genius, yaitu Albert Einstein. Mungkin dia benar-benar genius atau dipersepsikan genius, kami tidak tahu.

Kalau anda seorang psikiater dan tidak setuju dengan pendapat Einstein, silahkan berdebat dengan dia. Saya tidak mau berdebat dengan anda. Karena, saya akan menyuruh anda berpikir dan merenungkan pendapat Einstein ini. Kalau anda masih berbeda pendapat lagi, saya akan mengacuhkan anda karena, ada dua kemungkinan bahwa anda tolol (dan unversitas yang memberi gelar anda juga institusi tolol) atau anda juga gila.

Ini kata Einstein: “Ketidak-warasan adalah: melakukan hal yang sama secara berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda”.

Dalam bahasa Inggris bunyinya:
“Insanity:doing the same thing over and over and expecting different results.”

Akhir-akhir ini Indonesia ditimpa ‘musibah’. Saya gunakan tanda petik, karena hal inilah yang mau kita bahas dan akhirnya mau menjatuhkan vonis bahwa manusia Indonesia, kebanyakan, sudah tidak waras. Mereka perlu makan serenase, atau haldol untuk meluruskan cara berpikirnya.


MANUSIA PURBA DAN MANUSIA MODERN PECUNDANG

Nenek moyang kita, hidup berpindah-pindah. Awalnya mereka menempati suatu daerah dan hidup disana. Membangun tempat tinggal dan menetap disana. Tetapi mereka tidak selamanya tinggal disitu. Pada saat daya dukung daerah itu sudah sudah berkurang dan hilang, maka mereka pindah. Keputusan yang waras. Kenapa harus tinggal di tempat yang tidak nyaman dan tidak menjanjikan?

Perpindahan/migrasi ini tidak hanya terjadi pada generasi pemburu-dan-pengumpul makanan (hunters dan gatherers), tetapi juga generasi yang lebih maju, petani dan pedagang. Kita lihat betapa banyaknya kota-kota yang hilang, yang ditinggalkan penduduknya, seperti Angkor Wat, Machu Picchu, Chichen Itza, Luxor, Akhetaten, Memphis, Leptis Magna, Carthage Angkor Wat, Ayutthaya. Kita pernah bahas hal ini di DUBAI CALON KOTA HANTU?. Penduduk kota-kota ini bukanlah pemburu dan pengumpul-makanan. Pertanian dan kemampuan rekayasa (engineering) mereka sudah tinggi dan dibuktikan oleh bangunan-bangunan yang mereka tinggalkan.

Bagaimana dengan manusia Jakarta – Jabotabek? Jabotabek saya jadikan kasus, tetapi hal ini berlaku juga untuk daerah-daerah lainnya.

Saya punya teman yng tinggal di Kampung Melayu yang setiap 4 tahun sekali harus ganti tv dan peralatan elektroniknya. Itu 20 tahun lalu. Mungkin sekarang dia harus lebih sering menggantinya. Pasalnya dulu setiap 4 tahun sekali rumahnya kena banjir. Saya pernah menganjurkan dia untuk memiliki perahu, sehingga kalau banjir, barang-barang elektroniknya bisa diselamatkan. Bahkan saya disainkan sebuah tempat tidur yang bisa diubah menjadi perahu ketika banjir. Dia tidak pernah menggubris anjuran saya. Dia berharap apa yang dilakukannya selama ini (itu-itu saja dan tidak berubah), akan menghasilkan perbedaan. Akan menyelesaikan masalahnya. Itu terjadi dari 20 tahun lalu sampai sekarang.

Berdasarkan kriteria Einstein dia, dan juga orang-orang di sekitar tempat tinggalnya, sudah tidak waras. Kalau mereka waras maka mereka sudah berbuat sesuatu yang lain, seandainya tidak mau pindah seperti yang dilakukan moyangnya dulu.


ORANG TIDAK WARAS, TIDAK BISA BELAJAR

Kampung Melayu adalah wakil dari beberapa tempat yang secara rutin terkena banjir. Masih banyak lagi tempat-tempat di Jakarta yang sering terkena banjir. Jalan-jalan di Pluit, Sunter, Kelapa Gading – tempat tinggalnya orang kaya, selalu kena banjir kalau musim hujan. Aspalnya rusak, jalan berlubang yang membuat mobil cepat rusak. Untuk daerah Pluit lebih parah lagi karena airnya agak payau dan cukup korosif (cenderung membuat karat).

Apa yang orang-orang ini lakukan? Memilih gubernur Jakarta untuk menyelesaikan masalahnya. Yang dimaksud adalah masa setelah orde reformasi, sebelum itu mereka memilih presiden untuk memilih gubernur yang akan menyelesaikan masalah itu. (Komentar: Mungkin mereka pikir lebih baik memilih orang yang langsung menangani banjir dari pada presiden yang tidak mau turun tangan langsung).
Awalnya Sutiyoso. Katanya dia akan mengatasi banjir Jakarta. Setelah 5 tahun lewat, dia (Sutiyoso) berjanji lagi kalau dia terpilih lagi maka banjir Jakarta akan ditanggulangi. Tetapi janji tinggal janji, mejelang pemilihan gubernur berikutnya (diakhir masa jabatannya yang ke II), Sutiyoso mengatakan bahwa banjir Jakarta sulit ditanggulangi. Hal ini dikatakannya karena dia sudah tidak boleh lagi mencalonkan diri lagi. Dia sudah tidak punya insentif dan keuntungan lagi untuk membuat janji-janji.

Kemudian setelah Sutiyoso, siapa yang mereka pilih? (Paling tidak 36% dari pemilih) Fauzi Bowo yang sudah lamaaaaaaaa sekali kerja di DKI – kantor pemerintahan Jakarta. Mengherankan, kenapa yang terpilih adalah orang yang sudah terbukti tidak mampu mengatasi banjir di Jakarta selama belasan tahun (mungkin juga puluhan tahun) untuk mengatasi banjir Jakarta? Bukankah Fauzi Bowo yang dulunya kerja di pemerintahan DKI yang sudah menangai masalah banjir Jakarta?Memang benar, secara de facto, kursi kosong mengungguli Fauzi Bowo dan pembaca situs ekonomi orang waras (EOWI) lebih suka bahwa Jakarta tidak ada gubernur.

Orang Tangerang dan Banten mungkin berpikir sama. Dulunya mereka pikir gubernur Jawa Barat jauh di Bandung. Maka mereka minta pemekaran daerah. Dan diadakanlah gubernur Banten. Apa yang terjadi, ‘musibah’ Situ Gintung dan parahnya lagi, sang tante gubernur merasa hal ini bukan menjadi wewenangnya... Hallloooo......, tante gubernur..., bangun. Tugas anda adalah memperhatikan ‘welfare’, kesejahteraan rakyat Benten termasuk Tangerang. Tugas anda termasuk berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU) untuk membuat orang-orang di daerah Banten selamat. Jangan katakan bahwa urusan bendungan dan situ adalah urusan PU. Itu namanya dalih. Bisakah anda membedakan antara alasan dan dalih?

Lain lagi dengan Timor Timur. Mereka pikir jika sudah merdeka dari Indonesia maka mereka lebih makmur. Haalllloooo, itu ladang minyak Bayu-Udan sudah berproduksi, kenapa anda – Timor Timur masih belum makmur?

Kasus lain lagi, yaitu Aceh dan GAM nya. Mereka pikir kalau sudah ada otonomi daerah dan GAM berkuasa, maka Aceh akan makmur. Haallloooo, apa anda sudah makmur?


KALI CODE YOGYA DAN KAMPUNG MELAYU JAKARTA

Pertengahan tahun 80an Kali Code Yogya, katanya daerah yang kumuh dan mau digusur. Kemudian datanglah romo Magun (yang sekarang sudah meninggal). Dia bersama-sama dengan rakyat setempat menata dan membangun rumah di daerah Kali Code sehingga baik dan asri.

Kali Code Yogya dan Kampung Melayu (atau Pluit atau Kelapa Gading) Jakarta mengambil jalur yang berbeda. Masyarakat Kali Code tidak minta gubernurnya untuk memperbaiki lingkungannya. Mereka kerja (gotong royong) membangun lingkungannya, sehingga asri. Sebenarnya mereka juga tidak perlu romo Mangun. Apalah artinya sumbangan 1 orang dibandingkan tenaga 1000 orang? Para LSM sajalah yang membesarkan peran romo Mangun dalam pembangunan lingkungan Kali Code sehingga dia yang memperoleh nama besar.

Demikian kalau nanti pemukiman Kali Code terkena banjir bandang, jangan salahkan romo Mangun. Paling enak memang menyalahkan romo Mangun. Sebab sebenarnya yang salah adalah penduduk di Kali Code itu sendiri. Kenapa membangun rumah yang menjorok ke daerah aliran sungai? Masalah itu disimpan dulu sampai nanti, kalau hal ini sudah terjadi.

Kembali pada masalah Jakarta dan Kampung Melayu. Ada dua alternatif untuk mengatasi masalah banjirnya bagi penduduk di Kampung Melayu. Dan memilih gubernur tidak termasuk di antaranya. Kedua pilihan itu adalah, pergi dari daerah itu (Kampung Melayu) sehingga mereka tidak kena banjir atau bergotong royong membuat pemukiman yang baik di Kampung Melayu.

Untuk daerah Pluit, Kelapa Gading dan tempat-tempat orang kaya di Jakarta, anda punya uang untuk menyewa kontraktor untuk memperbaiki lingkungan anda. Persoalan banjir di Belanda jauh lebih berat dibandingkan Jakarta. Kalau perlu datangkan kontraktor dari Belanda.

Uangnya dari mana? Pajak anda. Jumlah pajak yang dibayarkan penduduk Pluit untuk 2-4 tahun mungkin cukup untuk membuat hidup anda lebih nyaman. Kalian bisa bilang ke pemerintah, apakah pemerintah yang mau jadi kontraktornya dan membangun sistem mengendali banjir yang benar, seperti pemerintahan penjajah Belanda dulu, atau didatangkan kontraktor langsung dari Belanda.

Pembaca EOWI yang waras, penjajah Belanda dulu sudah membangun kanal-kanal dan sistem pengendali banjir. Perkara sukses atau tidak, kita harus lihat kembali sejarah. Tetapi kalau kita lihat negara Belanda yang saat punya ancaman banjir yang lebih besar dari banjir Ciliwung dan berhasil mengendalikannya, maka dapat diasumsikan bahwa dulupun mereka berhasil melakukannya di Hindia Belanda. Masalahnya sekarang pemerintahan Republik ini tidak becus memelihara dan mempertahankan apa yang ada. Tidak usah dibilang membangun yang baru.


KEPALA NEGARA KANADA YANG WARGA NEGARA INGGRIS
Orang selalu berpikir bahwa putra daerah, bumi putra lebih baik dalam memperhatikan daerahnya dari pada orang luar. Apakah demikian?

Nenek saya bilang, zaman Belanda dulu adalah ‘jaman normal’, dan jaman ‘republik’ jaman tidak normal. Artinya jaman Belanda lebih makmur dari jaman ‘republik’. Artinya Belanda lebih becus mengurus dari pada politikus republik.

Orang Timor-Timur mungkin juga bilang bahwa jaman penjajahan Indonesia lebih makmur dari pada jaman kemerdekaan. Ini masih ‘mungkin’, karena saya tidak pernah menanyakan langsung kepada orang Timor-Timur. Itu hanya dugaan saya saja.

Perkara putra daerah, pribumi, bumiputra, saya jadi ingat kepala negara Kanada. Tahukah anda siapa kepala negara Kanada? Saat ini adalah ratu Elizabeth II dari Inggris. Catatan: Ratu Elizabeth II bukan warga negara Kanada.

Dari situ mungkin kita bisa belajar, bahwa bisa saja Jakarta, Banten tidak perlu ada gubernur, atau gubernurnya orang Inggris atau orang Kanada. Juga presidennya. Yang penting becus. Mungkin itulah solusi dari kisruh di negara ini. Selama kita masih memilih orang yang tidak kompeten, karena pilihannya hanyalah sederet manusia yang tidak kompeten, jangan sebut anda orang waras. Hanya orang gila saja, yang dari tahun-ke-tahun memilih orang yang tidak kompeten dari stok yang tidak kompeten untuk mengurus kesejahteraannya, tetapi mengharap hasil yang berbeda. Maksudnya adalah tercapainya kemakmuran.

Kesengsaraan dan ‘musibah’ yang dihadapi bangsa ini, sesungguhnya bukan ‘musibah’ tetapi ke-tidak-warasan diri sendiri.

Jakarta 9 April 2009.

Minggu, November 30, 2008

MENGENALKAN ANARKISME GEOGRAFI (1)

"Third world governments are probably the greatest enemy of third world peoples"
---Michael A. Clem---

Tulisan ini bermaksud mengurai kekusutan pemahaman geografi yang sering dilupakan dalam pengajaran di kelas. Kecenderungan modis kajian geopolitik telah menutup dalam-dalam makna geografi sesungguhnya, terkhusus bagi perkembangan geografi sosial ataupun geografi fisik. Siswa telah terbiasa memandang bahwa obyek studi kajian geografi dalam usaha mempelajari realitas keruangan sering dikotak-kotakan oleh dominasi batasan administrasi dalam kerangka kepentingan negara. Hal ini dapat dipahami, ialah sebagai pengaruh doktrinasi negara dalam segala aspek kehidupan pendidikan dan juga perkembangan serta kepentingan studi politik dalam ranah ilmu sosial.

Selama penulis mempelajari bidang geografi dalam pengajaran, belum pernah penulis menemukan bahwa siswa memandang pembelajaran geografi sebagai suatu studi dalam kerangka cara pandang formal sebagai alat melihat realitas keruangan. Mayoritas siswa melihat geografi sebagai ilmu tentang menghafal nama-nama negara. Padahal, dalam ranah falsafah geografi, batasan administrasi negara adalah salah satu produk dari cara pandang formal dalam studi kewilayahan. Sedangkan, dalam ranah perspektif studi keruangan secara murni apriori, hingga kajian geografi yang mempelajari studi relasi manusia dengan alamnya, sangat sulit sekali dicerna oleh siswa.

Dalam analisa selanjutnya, hal ini dapat ditelusuri sebagai akibat pengaruh produk peta-peta yang dihasilkan ahli kartografi, peta yang notabene merupakan sarana komunikasi geografis, masih dominasi oleh peta-peta berdasarkan perspektif politis. Padahal dalam sejarahnya, yaitu dalam perspektif kewilayahan dalam bidang geografi, kategori yang demikian selalu berubah-ubah berdasarkan paradigma filsafat pada setiap zamannya.


Perubahan Sejarah dalam memahami realitas ruang

Tidak ada kepastian sejarah tentang kapan dan seperti apa peta muka bumi muncul pertama kali. Yang dapat dipastikan ialah adanya perubahan cara pandang ilmuwan di masa lampau dalam memahami ‘realitas keruangan’. Semisal peta yang dihasilkan pada 540 SM yang masih menganggap bahwa dunia terdiri dari tiga daratan yang dikelilingi oleh samudra. Pandangan tersebut jelas dipengaruhi oleh filsuf Thales yang sering disebut sebagai generasi awal filosof Yunani, yang menganggap bahwa dunia ini tersusun dari satu unsur, yaitu air.

Sedangkan pada masyarakat Inca dan Maya di dataran Amerika, menganggap bumi atau tanah sebagai asal mula segalanya Sehingga hal tersebut dapat juga dipahami jika mereka membangun tangga-tangga kuil untuk ’meraih bintang’. Simbol tersebut tidak lain merupakan cara mereka dalam memahami realitas yang mereka hadapi..

Dalam kajian geografi regional kontemporer, pengaruh dominan yang melekat ialah kategori politis. Pembagian wilayah pada masa perang dingin misalnya, wilayah politis sering didasarkan pada pembagian dunia pertama, kedua, ketiga. Sekali lagi, hal tersebut dapat dipahami sebagai cerminan pemahaman filosofis masyarakat pada masa perang dingin. Dan sekarang, Peta Rupabumi sering diidentikkan dengan berbagai wilayah-wilayah kecil yang terpecah-pecah di atas benua-benua, yang sering disebut sebagai negara.

Setelah berakhirnya era perang dingin atau tepatnya ambruknya sosialisme Uni Soviet, mitos-mitos yang lain pun bermunculan. Paling tidak, akibat pengaruh revolusi kuantitatif, muncul istilah negara berkembang dan negara maju. Merevisi pemahaman sebelumnya tentang ”perkembangan” peradaban sebuah wilayah. Para perencana global, yang sering didukung ilmuwan sosial, membagi dunia ke dalam tahap-tahap perkembangan. Sehingga muncul istilah utara-selatan. Utara ialah negara-negara maju, sedangkan selatan ialah negara-negara berkembang---sebagai penghalusan istilah untuk menyebut wilayah terbelakang.

Apabila dianalisis lebih lanjut dari faktor sejarahnya, maka tidak dapat disangkal bahwa distribusi pewilayahan saat ini merupakan hasil dari masa kolonialisme pada abad 15 hingga 20. Yang berawal dari kesepakatan bangsa-bangsa eropa dalam membagi wilayah-wilayah berdasarkan batas-batas koloni mereka. Hingga muncul ’pemberontakan’ dan membentuk bentuk-bentuk negara-negara bangsa yang sekarang di lukiskan dalam peta-peta.

Apabila diuraikan secara runtut, maka potret perkembangan pemahaman manusia akan ruang muka bumi tidak dapat dirangkum dalam satu pandangan ringkas ini. Terlepas dari berbagai fakta sejarah tersebut, di sini penulis tertarik mengimajinasikan suatu pemahaman keruangan agar dapat membebaskan siswa dari jerat maut doktrinasi batas-batas negara. Implikasi dari rekomendasi ini diharapkan dapat memberikan peluang terhadap sebuah strategi pengajaran geografi yang dapat memberi inspirasi dan menggugah inquiry of mind siswa terhadap realitas keruangan.

Untuk itu, di sini penulis memperkenalkan istilah baru. Suatu terminologi yang belum banyak dikenal dalam wacana publik. Secara ringkas pandangan dalam tulisan kali penulis namakan anarkisme geografi. Anarkisme adalah salah satu pandangan filsafat yang menolak segala bentuk campur tangan atau intervensi kekuasaan. Dalam ranah filsafat, doktrin ini merupakan salah satu doktrin falsafah politik yang memiliki berbagai variasi aliran. Sedangkan geografi sendiri merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari realitas ruang, khususnya muka bumi (Kant)...

Bersambung...


*Oleh Giyanto: Fellow Writer Jurnal akaldankehendak.com, bagi anda peminat ilmu geografi dan apabila ingin mediskusikan, menyanggah ataupun mengoreksi tulisan ini bisa berkirim email ke: giyanto17@yahoo.com. Salam Geograf...

Sabtu, Maret 29, 2008

Resensi Buku:

Dasar-Dasar Kajian Geografi Regional

”...Kebijakan ”pembangunan” dan perencanaan seringkali membuat keadaan lebih buruk dalam proses keterbelakangan, yaitu hanya dengan menangani simtom-simtomnya daripada sebab-sebab kemiskinan. Namun kemajuan terus saja diukur dengan model-model barat.”

Suharyono


Kutipan diatas sengaja dipilih bagi penekanan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Keresahan yang muncul dari seorang, yang barangkali teman-teman tidak terlalu mengenalnya, Prof. Dr. Suharyono yang saya kutip diatas menandakan seorang pemikir yang peka serta kritis. Diantara buku terbitan UNNES Press, yang seringkali dijadikan buku ”wajib”, namun untuk buku yang satu ini saya membelinya dengan suka rela. Ada beberapa alasan untuk itu. Pertama, saya secara pribadi memang pengagum beliau. Setelah mengikuti beberapa kuliah yang beliau ampu di semester-semester awal, saya belum pernah menemui seseorang dengan pemahaman pengetahuan negara-negara dan sejarah internasional yang seluas dan sekritis beliau. Kedua, beliau ialah salah satu guru besar yang paling produktif, selain Prof Abu Suud dan Prof. Retmono. Namun demikian, tulisan beliau sedikit sekali muncul di media massa.

Dari cara beliau menulis, mengesankan suatu keresahan yang mendalam akan sebuah tatanan dunia yang tidak seimbang. Hal ini terlihat dari kalimat-kalimat yang ditulis dalam buku tersebut mengalir dengan lancar, seolah pengetahuan geografi regional sudah berada ”diluar kepala”. Pengutipan-pengutipan secara langsung hanya ditemui di awal-awal bab, karena terkait dengan pengertian dan definisi. Setelah itu, bab-bab terakhir, menjelaskan secara analitis proses sejarah kolonialisme di seluruh dunia yang selanjutnya penjelasan negara-negara dalam perspektif regional.

Contoh kekritisan yang bisa ditemui ialah sanggahannya terhadap asumsi-asumsi pengukuran kriteria kemajuan pembangunan yang digunakan oleh Dickenson. Seorang ahli geografi negara berkembang yang notebene bukunya telah diterjemahkan Prof. Dr. Suharyono sendiri pada tahun 1992. Walaupun karangan Dickenson yang berjudul Geografi Negara Berkembang tersebut diterjemahkan beliau, tidak serta merta menerima setiap gagasan Dickenson ’dengan mentah-mentah’.

Asumsi Dickenson, serta yang sering dipakai hampir semua buku teks, yang mengatakan bahwa penyebab keterbelakangan negara-negara berkembang ialah:
  1. Kawasan negara berkembang terletak di wilayah tropik.
  2. Dunia ketiga kekurangan sumber alami esensial yang diperlukan untuk menunjang perkembangan industri.
  3. Citra penduduk negara berkembang yang ”penuh sesak” yang disebabkan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi.
  4. Asumsi rasial dari bangsa Eropa bahwa negara berkembang terbelakang terkait dengan warna kulit berwarna yang identik dengan sifat ”inferior” dan ”pemalas”.
  5. Dan yang terakhir terkait dengan proses kolonialisme yang dialami negara-negara berkembang.
Dari kelima asumsi yang dipakai Dickenson, hanya yang terakhirlah yang diterima oleh Prof. Dr. Suharyono. Yang lain disanggah dengan fakta-fakta sebagai berikut:
  1. Bahwa sejarah pertumbuhan peradaban manusia justru lebih banyak yang mulai dari wilayah panas/hangat di sekitar atau di wilayah iklim tropik seperti peradaban bangsa/orang-orang Nubia Kuno di lembah S. Nill, Babilonia di lembah S. Eufrat dan Tigris, serta peradaban tua di lembah S. Indus di India.
  2. Kenyataan kedua bahwa sumber energi dan bahan mentah untuk industri sekarang ini banyak yang berasal dari daerah-daerah bekas jajahan di sekitar wilayah tropik.
  3. Asumsi ketiga dibantah dengan fakta bahwa Afrika dengan penduduk sangat sedikit malah menjadi negara terbelakang. Begitu juga Kanada serta Australia yang juga berpenduduk sedikit tergolong negara maju. Sedangkan Belanda dan Belgia termasuk negara maju walaupun memiliki kerapatan penduduk yang tinggi. Jadi disini asumsi yang mengkaitkan keterbelakang dengan jumlah penduduk tidak dapat diterima.
  4. Sedangkan asumsi rasial yang berdasar warna kulit terbantah dengan kemajuan yang dialami bangsa Jepang.
Terlepas dari kualitas buku yang sangat mengagumkan tersebut. Kita dapat menangkap suatu keresahan dan kesimpulan skeptis dari kalimat yang saya kutip di atas. Menandakan suatu kegagalan ilmu ”ekonomi arus utama” yang sekarang sedang dipakai secara umum. Yang berorientasi pada perencanaan serta pengukuran matematis. Yang dalam istilah di atas memakai kata: ”model barat”.

Begitu banyak buku-buku ekonomi yang beredar sekarang ini sebenarnya bersumber dari asumsi-asumsi yang tidak saja keliru, namun justru menyesatkan. Asumsi yang mengatakan bahwa kegiatan ekonomi---kegiatan antara produsen, distributor serta konsumen---dapat direncanakan oleh agen diluar pelaku ekonomi seperti pemerintah serta lembaga-lembaga moneter internasional jelas merupakan kesalahan logika sederhana yang berdampak terhadap kehidupan manusia yang sangat serius. Yaitu pemiskinan itu sendiri.

Sebagai seorang intelektual, ialah suatu tanggungjawab kita untuk mengembalikan serta mengingatkan setiap penyimpangan gagasan yang terjadi. Baik hal itu disengaja maupun tidak disengaja. Apalagi gagasan tersebut telah merugikan banyak orang.

Buku Dasar-Dasar Kajian Geografi Regional penting bagi mahasiswa, Geograf, ahli Ilmu Sosial, serta peminat kajian politik internasional dan juga masyarakat umum.

Spesifikasi Buku:
Judul : Dasar-Dasar Kajian Geografi Regional
Penulis : Prof. Dr. Suharyono
Ketebalan : vii+247 hal
Penerbit : UNNES PRESS
ISBN : 9799579937
Distributor : Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang

Biodata Penulis Resensi:
Giyanto, sekarang mendalami praksiologi (ilmu mengenai tindakan manusia), artikel-artikelnya telah beredar di Jurnal online:
http://akaldankehendak.com serta beberapa opini di:
http://komunitasembunpagi.blogspot.com: diantaranya:
1. Menggugat Epistemologi Ilmu Sosial
2. Pertanian dan Paradoks Beras Miskin dalam Perspektif Praksiologi
3. Kritik Logika Aristotelian
dsb

Selasa, Februari 05, 2008

DETERMIN(-ISME) (3): LINGKUNGAN


Terima kasih atas tanggapan Edi atas posting kedua saya kemarin. Setidaknya itu membuat saya lega bahwa anda berdua memang sedang belajar. Kalaupun seandainya tulisan-tulisan kang Edi yang kemarin terkesan agak melo maka saya akan mencoba memahaminya.

Gini kang, Jakarta memang sebuah kota, bahkan bisa dikatakan Megaurban, bagi beberapa ahli Geografi Perkotaan. Banyak sekali menjalani kehidupan kota dari berbagai motif. Termasuk motif intelektual barangkali.he2.

Tapi akhir-akhir ini saya memang agak tersenyum bila melihat berita tentang Jakarta. Terkhusus membayangkan pada saat penduduk Jakarta hilir mudik demi kepentingannya sendiri, mendadak harus berhenti dikarenakan oleh banjir.

Asal Mula

Sekitar tiga tahun yang lalu saya membaca beberapa wacana dari ahli geografi untuk mengusulkan agar Ibu Kota itu dipindah. Pada saat itu saya masih menganggap usul tersebut “gila” serta mengada-ada. Saya menganggap bahwa ahli geografi memang sedang tidak ada kerjaan hingga harus menulis wacana tentang perpindahan ibu kota.

Akan tetapi, apabila melihat rutinitas banjir yang terjadi, saya kira wacana tersebut mungkin tidak kurang dari sepuluh tahun dari sekarang, barangkali pasti akan dipertimbangkan.

Bukannya sok tahu. Tetapi bila dikaitkan dengan kemampuan manusia untuk berfikir, maka bukan tidak mungkin manusia-manusia Jakarta tahan terhadap “kerugian” yang akan mereka alami terus menerus tiap tahun. Singkatnya, kehendak manusia untuk hidup dan bertahan hidup, lama-kelaman memang harus mengalah dengan lingkungan alam.

Determinisme Lingkungan

Determinisme Lingkungan (dalam konteks istilah yang sesungguhnya, bukan dalam konteks psikologis manusia) menganggap bahwa manusia memang harus tunduk pada proses lingkungan alamiahnya. Anggapan ini sebenarnya muncul pada saat manusia masih dikategorikan primitive. Hingga mereka menggunakan sesajen dan pengorbanan untuk dewa-dewa yang “menghuni” ataupun “menguasai” alam. Pada masa pemahaman saat itu, manusia bisa dikatakan tidak mempunya kehendak bebas untuk menguasai alam.

Paham determinisme lingkungan alam lambat laun dianggap kuno sebagai akibat munculnya masyarakat pertanian serta masyarakat industri kapitalis. Tapi saya seolah melihat siklus ini kembali berulang. Barangkali dengan kecepatan yang lebih dasyat dari yang saya perkirakan.

Sebagai contoh, aktivis-aktivis lingkungna Greenpeace yang pada awalnya dianggap sekumpulan orang-orang yang memiliki pemikiran serta aktivitas “gila”, kadang-kadang mereka harus telanjang untuk berdemo, saat ini menjadi organisasi yang sangat mempengaruhi wacana kebijakan global tentang pentingnya perhatian terhadap lingkungan.

Pendek kata saya memperkirakan, bahwa wacana-wacana mengenai wacana terhadap lingkungan alam akan kembali populer.

Kembali ke Pokok Persoalan : Eksisensi Manusia

Saya memang kurang memahami tentang konsep-konsep Bourdieu, dan aliran-aliran falsafah lainnya. Termasuk Cak Nun dan lain sebagainya. Akan tetapi setidaknya saya mencoba dengan keras, memahami symbol-simbol sesedikit mungkin untuk menanyakan, merenungkan dan mencoba menguraikan dengan bahasa saya sendiri untuk menjadi wacana diskusi. Terima kasih atas sarannya.

Dan disini saya memang terasa membabi buta, menggunakan konsep-konsep, bahasa-bahasa, teori-teori yang kurang pas. Tetapi ini saya anggap sebagai proses. Apabila ada sahabat yang selalu mengingatkan, saya mengucapkan banyak terima kasih.

Masalah eksistensi manusia, saya merasa bahwa Tuhan menurunkan manusia ke bumi bukan tanpa alasan. Saya tidak memahami dan tidak tertarik untuk memahami rumus-rumus sang Khalik mengenai manusia seperti apa sebaiknya. Saya hanya mencari ke Jalan-Nya melakasanakan tugas berdasarkan interpretasi yang dapat saya pahami sendiri. Barangkali Agak sedikit liberal.ha2.

Memutar lagi membahas determinisme lingkungan, barangkali bisa dilemparkan ke teman-teman diskusi di Drikarya, setidaknya menanyakan kepada mereka untuk mencari tempat diskusi yang baru, kalo-kalo mendadak Presiden mengeluarkan surat perintah agar Ibu Kota dipindah,ha2.

Sekian, Bravo embun pagi!!! pagi-pagi banget saya harus posting ha2.

Giyanto: Mahasiswa Gegrafi UNNES yang terpaksa harus Skrips