Rabu, 21 April 2010

Guru yang Profesional

7 cara menjadi guru yang profesional dalam bersikap

1. Anda sedang berada diruang guru untuk beristirahat atau sekedar berkumpul dengan rekan sejawat? Sedikit demi sedikit ubah kebiasaan untuk membicarakan hal dan topik diluar areal kita sebagai pendidik professional. Pertama kali anda mungkin akan dianggap aneh, namun sebagai guru jangan khawatir dianggap aneh jika yang kita maksudkan adalah demi perbaikan pola pikir dalam bersikap dan berkarier. Sekarang mana yang lebih penting, membicarakan gosip artis terbaru atau menganalisa pola pikir pemilih pemula dalam pemilu yang baru lalu yang nota bene adalah siswa-siswi kita? Tidak itu saja banyak topik yang jika kita renungkan, tidak layak didiskusikan oleh guru sebagai pendidik. Jika anda masih merasa sulit untuk melakukan hal diatas, caranya gampang, cukup cari bacaan yang bermanfaat, bacalah maka anda akan terhindar dari pembicaraan yang sia-sia di ruang guru.

2. Jika anda punya rekan baru, bimbinglah dan berikan support dan dukungan untuk maju dengan cara selalu berkomentar positip untuk hal-hal yang dilakukannya. Tempatkan diri anda pada dirinya, maka anda akan menjadi rekan kerja yang supportif dan mau mengerti.

3. Saat rapat, usahakan lah memberikan ide yang terbaik, masalahnya bukan pada diterima atau tidak, tapi sudahkah anda belajar meyakinkan orang lain bahwa ide andalah yang terbaik. Hal yang terbaik ketika meyakinkan rekan sekerja adalah dengan menggunakan data yang berupa hasil riset.

4. Jadilah guru yang berpikiran terbuka atas ide atau pendapat orang lain, menyadari kelemahan dan kekuatan diri kita sendiri, dijamin makin hari wawasan dan kualitas diri kita sebagai guru akan bertambah.

5. Ciptakan jaringan bagi diri sendiri yang membuat anda semakin hari berubah kearah guru yang lebih baik. Gunakan situs pertemanan seperti facebook untuk membuat jaringan pada pribadi-pribadi yang membuat anda bersemangat untuk maju. Jangan gunakan situs pertemanan untuk pelarian ketika anda mempunyai masalah dengan rekan sekerja di sekolah. Sambil berusaha sedikit demi sedikit menyelesaikan hal yang mungkin menjadi ganjalan , buktikan bahwa jika anda tidak mendapatkan support yang baik disekolah anda bisa mendapatkannya dengan bantuan teknologi.

6. Semua guru berbeda, seperti juga terhadap siswa, sebagai rekan kita semestinya menjadikan perbedaan itu sebagai anugrah. Dengan menyadari perbedaan, pikiran kita akan lebih cepat terbuka ketika menerima kritik, masukan dan ide dari rekan sekerja. Saat yang sama kita menjadi lebih jujur mengenai kelebihan dan tidak malu mengatakan kekurangan sebagai pribadi.

7. Jangan takut untuk dibicarakan oleh orang lain ‘dibelakang’. Terkadang sebagai guru, hanya karena takut dibicarakan orang lain dibelakang, guru menjadi malas untuk berinovasi dan melakukan sesuatu dengan cara yang kreatif dan beda. Padahal jika sebagai guru, kita yakin bahwa hal yang kita lakukan demi kebaikan siswa, untuk apa pusing mendengarkan pendapat orang lain. Mari mensucikan niat bahwa semua hal yang terbaik yang kita lakukan adalah demi mempersiapkan masa depan siswa, bukan demi karier, demi dipuji rekan, atasan dan orang tua siswa.

Senin, 12 April 2010

ASTEROID

Asteroid, pernah disebut sebagai planet minor atau planetoid, adalah benda berukuran lebih kecil daripada planet, tetapi lebih besar daripada meteoroid, umumnya terdapat di bagian dalam Tata Surya (lebih dalam dari orbit planet Neptunus). Asteroid berbeda dengan komet dari penampakan visualnya. Komet menampakkan koma (”ekor”) sementara asteroid tidak.

Asteroid dalam sistem tatasurya



Asteroid pertama yang ditemukan adalah 1 Ceres, yang ditemukan pada tahun 1801 oleh Giuseppe Piazzi. Kala itu, asteroid disebut sebagai planetoid.

Sudah sebanyak ratusan ribu asteroid di dalam tatasurya kita diketemukan, dan kini penemuan baru itu rata-rata sebanyak 5000 buah per bulannya. Pada 27 Agustus, 2006, dari total 339.376 planet kecil yang terdaftar, 136.563 di antaranya memiliki orbit yang cukup dikenal sehingga bisa diberi nomor resmi yang permanen. Di antara planet-planet tersebut, 13.350[1] memiliki nama resmi (trivia: kira-kira 650 di antara nama ini memerlukan tanda pengenal). Nomor terbawah tetapi berupa planet kecil tak bernama yaitu (3360) 1981 VA; planet kecil yang dinamai dengan nomor teratas (kecuali planet katai 136199 Eris serta 134340 Pluto) yaitu 129342 Ependes [2].

Kini diperkirakan bahwa asteroid yang berdiameter lebih dari 1 km dalam sistem tatasurya tatasurya berjumlah total antara 1.1 hingga 1.9 juta[3]. Astéroid terluas dapam sistem tatasurya sebelah dalam yaitu 1 Ceres, dengan diameter 900-1000 km. Dua asteroid sabuk sistem tatasurya sebelah dalam yaitu 2 Pallas dan 4 Vesta; keduanya memiliki diameter ~500 km. Vesta merupakan asteroid sabuk paling utama yang kadang-kadnag terlihat oleh mata telanjang (pada beberapa kejadian yang cukup jarang, asteroid yang dekat dengan bumi dapat terlihat tanpa bantuan teknis; lihat 99942 Apophis).

Massa seluruh asteroid Sabuk Utama diperkirakan sekitar 3.0-3.6×1021 kg[4][5], atau kurang lebih 4% dari massa bulan. Dari kesemuanya ini, 1 Ceres bermassa 0.95×1021 kg, 32% dari totalnya. Kemudian asteroid terpadat, 4 Vesta (9%), 2 Pallas (7%), dan 10 Hygiea (3%), menjadikan perkiraan ini menjadi 51%; tiga seterusnya, 511 Davida (1.2%), 704 Interamnia (1.0%), dan 3 Juno (0.9%), hanya menambah 3% dari massa totalna. Jumlah asteroid berikutnya bertambah secara eksponensial walaupun massa masing-masing turun. Dikatakan bahwa asteroid ida juga memiliki sebuah satelit yang bernama Dactyl.

Para ilmuwan mengatakan, sinar Matahari menyebabkan asteroid berputar lebih cepat. Kejadian tersebut mempertegas dinamika sistem tata surya. Dalam penelitian, kelompok ilmuwan internasional mempelajari dua asteroid. Batu luar angkasa yang pertama memiliki panjang 1.609 meter dan asteroid kedua memiliki panjang sekitar 114,3 meter. Hasil penelitian ini menegaskan teori yang mengatakan, sinar Matahari dapat memengaruhi rotasi asteroid karena batu luar angkasa ini cenderung berbentuk tidak rata dan tidak berputar sempurna. Ilmuwan Queen’s University Belfast Irlandia, Stephen Lowry, mengatakan bahwa penemuan tersebut meningkatkan pemahaman properti fisik dan sifat dinamis yang dimiliki asteroid.

“Penemuan ini sangat penting semenjak asteroid disisihkan dari formasi sistem tata surya bersama dengan komet. Dengan mempelajari keduanya, ilmuwan mampu menggali lebih dalam sifat sistem tata surya pada sekitar 4,5 miliar silam,�? ujar Lowry.

Teori YORP menggagas, panas Matahari berfungsi sebagai mesin penggerak asteroid yang memiliki permukaan tidak rata. “Efek YORP dapat mempercepat atau memperlambat kecepatan rotasi,�? terang ilmuwan dari University of Helsinki,Finlandia, Mikko Kaasalainen.

Lowry menambahkan, permukaan asteroid secara keseluruhan mampu menghasilkan tenaga putar,yang secara perlahan mengubah pula waktu yang dibutuhkan asteroid dalam menempuh putaran revolusi penuh. Ilmuwan Cornell University New York Patrick Taylor menjelaskan, energi Matahari memengaruhi putaran asteroid seperti angin memengaruhi kecepatan putar kincir angin.

“Putaran asteroid memperlihatkan bahwa sistem tata surya adalah tempat yang sangat dinamis. Di sana Matahari memengaruhi seluruh jagat raya, bukan hanya Bumi dan planet-planet, melainkan terhadap batu terkecil yang mengorbiti Matahari,�? papar Taylor.

Para ilmuwan melihat kecepatan putaran asteroid bernama 2000 PH5 yang mendekati Bumi meningkat hingga 1 milidetik per tahun. Asteroid tersebut mengorbit liar keluar dan masuk orbit Bumi. Dalam penelitian terhadap asteroid tersebut, para ilmuwan menggunakan fasilitas radar dan teleskop besar. Asteroid tersebut berukuran relatif kecil. Ada asteroid yang lebih rentan terhadap efek YORP. Selain itu, asteroid 2000 PH5 berotasi sangat cepat. Satu hari di asteroid setara dengan 12 menit di bumi.

GEOMORFOLOGI

geomorfologi

A. Pengertian Geomorfologi
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri. Geomorfologi biasanya diterjemahkan sebagai ilmu bentang alam. Mula-mula orang memakai kata fisiografi untuk ilmu yang mempelajari tetang ilmu bumi ini, hal ini dibuktikan pada orang-orang di Eropa menyebut fisiografi sebagai ilmu yang mempelajari rangkuman tentang iklim, meteorologi, oceanografi, dan geografi. Akan tetapi orang, terutama di Amerika, tidak begitu sependapat untuk memakai kata ini dalam bidang ilmu yang hanya mempelajari ilmu bumi saja dan lebih erat hubungannya dengan geologi. Mereka lebih cenderung untuk memakai kata geomorfologi.
B. Konsep dasar Geomorfologi
10 Konsep dasar geomorfologi yang berada dalam buku Principles of Geomorphology adalah:
Proses-proses fisik dan hukumnya yang terjadi saat ini berlangsung selama waktu geologi,
Struktur geologi merupakan faktor pengontrol yang dominan dalam evolusi bentuk lahan,
Tingkat perkembangan relief permukaan bumi tergantung pada proses-proses geomorfologi yang berlangsung,
Proses-proses geomorfik terekam pada land forms yang menunjukan karakteristik proses yang berlangsung,
Keragaman erosional agents tercermin pada produk dan urutan land forms yang terbentuk,
Evolusi geomorfologi bersifat kompleks,
Obyek alam di permukaan bumi umumnya berumur lebih muda dari Pleistosen,
Interpretasi yang sempurna mengenai landscapes melibatkan beragam faktor geologi dan perubahan iklim selama Pleistosen,
Apresiasi iklim global diperlukan dalam memahami proses-proses geomorfik yang beragam, dan
Geomorfologi, umumnya mempelajari land forms / landscapes yang terjadi saat ini dan sejarah pembentukannya.
C. Proses Geomorfologi.
Proses geomorfologi adalah perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi yang dialami permukaan bumi. Penyebab proses tersebut yaitu benda-benda alam yang kita kenal dengan nama geomorphic agent, berupa air dan angin. Keduanya merupakan ad penyebab yang dibantu dengan adanya gaya berat, dan keseluruhannya bekerja bersama-sama dalam melakukan perubahan terhadap permukaan muka bumi. Tenaga-tenaga perusak ini dapat kita golongkan dalam tenaga asal luar (eksogen), yaitu yang datang dari luar atau dari permukaan bumi, sebagai lawan dari tenaga asal dalam (endogen) yang berasal dari dalam bumi. Tenaga asal luar pada umumnya bekerja sebagai perusak, sedangkan tenaga asal dalam sebagai pembentuk. Kedua tenaga inipun bekerja bersama-sama dalam mengubah bentuk permukaan muka bumi ini.

D.Daerah-daerah dari dampak geomorfologi

PEMBENTUKAN
Tenaga Asal dalam
Pembentukan struktur
Pembentukan gunungapi

PENGRUSAKAN
Tenaga Asal luar
Gradasi (perataan)
Pelapukan
Tenaga dari luar bumi
Jatuhan Meteorit

PENGANGKUTAN
Tenaga Asal luar
Pengangkutan bahan (mass wasting)
Erosi oleh:
Air permukaan
Air bawahtanah
Gelombang
Arus
Angin
Es
Pengrusakan dan pengangkutan oleh organisma, termasuk manusia

Gradasi (gradation) adalah proses permukaan bumi menuju perataan. Perataan pada bidang yang lebih tinggi letaknya daripada bidang mula asalnya misalnya dengan adanya penumpukkan bahan-bahan dinamakan dengan proses agradasi (agradation). Sedangkan sebaliknya yaitu pemindahan bahan-bahan dari bidang permukaan itu dinamakan degradasi (degradation)

Degradasi
Proses degradasi yang telah kita kenal dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pelapukan, pengangkutan bahan, dan erosi. Berikut ini ketiga proses tersebut dibahas secara umum.

a. Pelapukan
Berdasarkan beberapa definisi dari para pakar (Strahler & Strahler, 1984; Thornburry, 1969; Cargo & Mallory, 1974; Von Engeln, 1960; dll.) dapat disimpulkan bahwa pelapukan adalah proses penghancuran batuan atau permukaan bumi oleh proses kimia, fisika, dan biologi. Pelapukan sering disebut pula sebagai proses desintegrasi atau dekomposisi. Dari ketiga macam proses degradasi yang telah disebutkan, pelapukan dianggap sangat penting karena dapat mempercepat kedua proses lainnya.
Pelapukan adalah perubahan fisik atau kimiawi batuan yang disebabkan karena berhubungan dengan udara, air, dan organisma. Pelapukan digolongkan sebagai pelapukan fisika, pelapukan kimiawi, dan pelapukan biologis tergantung kepada penyebab utamanya. Pada pelapukan fisik, tenaga yang berupa tekanan dan temperatur memegang peranan yang sangat penting, sedangkan pada pelapukan kimiawi reaksi kimia menyebabkan perubahan pada komposisi kimia batuan. Pelapukan fisik menyebabkan batuan berubah ukuran menjadi lebih kecil yaitu dengan pemecahan atau desintegrasi. Penyebab terjadinya desintegrasi dapat berupa pengembangan karena berkurangnya tekanan, pertumbuhan kristal, pengembangan dan pengerutan karena pemanasan dan pendinginan, serta pengisian koloid. Batuan sangat sering pecah melalui bidang pelapisannya oleh karena bidang ini lemah. Proses ini dinamakan exfoliation.

Pelapukan kimiawi dapat disebabkan karena oksidasi, hidrasi, dan karbonisasi. Dengan proses oksidasi batuan kemudian mempunyai volume yang lebih besar atau mengembang dan berat jenisnya menjadi kecil. Oksidasi pada batuan yang mengandung besi menghasilkan hematite yang berwarna coklat kekuning-kuningan. Hidrasi menghasilkan perubahan volume pada tiap molekul batuan yang disebabkan oleh masuknya air. Akibat perubahan volume ini maka batuan mengelupas menghasilkan keratan-keratan yang tipis-tipis. Pada proses karbonisasi, terbentuk karbonat sebagai hasil reaksi asam karbonat dengan mineral pada batuan. Batuan yang mudah larut seperti batugamping akan mengalami proses karbonisasi ini. Asam karbonat terbentuk karena udara yang mempunyai kandungan CO2 bereaksi dengan adanya air. Gambar 2.3 berikut ini menggambarkan reaksi yang terjadi dalam pelarutan batugamping. Dengan reaksi ini pelapukan kimia berlangsung yang mengakibatkan proses pelarutan pada batugamping terjadi.

CaCO3 + H2O + CO2 -> Ca(HCO3)2

Pelapukan organik sebenarnya merupakan kombinasi antara kedua jenis pelapukan yang telah diuraikan sebelumnya, disebabkan karena tumbuh-tumbuhan ataupun makhluk hidup, misalnya akar pepohonan, cacing, dsb. Baik larutan kimia maupun energi yang dihasilkan oleh organisme, dapat mempercepat proses pelapukan batuan.
Pelapukan batuan di satu sisi memiliki peran yang menguntungkan bagi umat manusia. Akibat proses pelapukan, batuan yang keras menjadi lunak sehingga memudahkan umat manusia untuk mengelola suatu bentang alam tertentu menjadi lahan budidaya (misalnya lahan pertanian).

b. Pengangkutan (mass wasting)
Pengangkutan bahan-bahan (mass wasting) adalah pengangkutan material hasil proses pelapukan oleh agent-agent tertentu. Pada proses pengangkutan, gaya berat dan air memegang peranan yang sangat penting. Pengerahan bahan-bahan ini dapat berlangsung dengan cepat ataupun lambat. Berdasarkan kecepatannya dan jumlah air yang mengangkutnya orang mengenal tanah longsor, debris avalanches, aliran tanah, aliran lumpur, sheetfloods, dan slopewash. Pada Gambar 2.5 berikut ditampilkan bagan yang menjelaskan jenis-jenis pengangkutan yang terjadi di permukaan bumi.

M E N G A L I R

MENGALIR PERLAHAN

RAYAPAN
- Rayapan tanah
- Rayapan talus
- Rayapan batuan
- Rayapan batuan karena glecier

BANJIR

LUMPUR (Solifluction)

MENGALIR CEPAT

ALIRAN TANAH
ALIRAN LUMPUR
LONGSOR/ RUNTUHAN SALJU (debris avalanche)

LONGSOR

NENDATAN (slump)
LONGSORAN (slide)
JATUHAN (debris fall)
LONGSOR BATUAN (rock slide)
JATUHAN BATUAN (rock fall)

RUNTUH
RUNTUH (subsidence)

c. Erosi
Erosi berasal dari kata Latin erodere, artinya mengerkah atau mengampelas. Seperti arti asalnya, erosi adalah proses pengerkahan atau pengumpulan bahan-bahan terutama oleh air. Proses pelapukan dapat mempercepat proses erosi. Orang awam sehari-hari mengartikan erosi sebagai pengrusakan dan pengangkutan bahan-bahan dari tanah penutup. Dalam arti geologi erosi lebih tepat untuk dipakai sebagai proses pengampelasan baik batuan segar maupun lapukan atau tanah penutup.
Definisi erosi cukup beragam, namun dapat disimpulkan bahwa erosi merupakan proses di permukaan bumi yang berlangsung secara gradual yang diakibatkan oleh aktivitas air, angin, salju maupun media geologik lainnya (SCSA, 1976, dalam El-Swaify et. al., 1982; Strahler & Strahler, 1984; Field & Engel, 2004). Arnoldus (1974, dalam El-Swaify et. al., 1982) mengusulkan klasifikasi erosi secara umum menjadi erosi geologi (geological erosion) dan erosi yang dipercepat (accelerated erosion). Erosi geologi terjadi secara alami, umumnya berlangsung dalam jutaan tahun dan seimbang dengan perubahan-perubahan di alam. Erosi yang dipercepat diakibatkan oleh aktivitas manusia, umumnya bersifat mengubah kondisi alami secara drastis.
Erosi yang diakibatkan oleh pengerjaan air dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu (Van Zuidam, 1983), yaitu erosi percikan (splash erosion), erosi lembaran (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi selokan (gully erosion).
Erosi percikan disebabkan oleh energi yang ditimbulkan ketika tetes-tetes hujan jatuh ke permukaan batuan/tanah. Besarnya material yang tererosi akan setara dengan besarnya energi yang dihasilkan oleh percikan air hujan tersebut. Erosi lembaran didefinisikan sebagai perpindahan serentak material batuan/tanah membentuk lapisan tipis mengikuti arah kemiringan lahan. Erosi alur merupakan bentuk erosi yang paling umum, terjadi ketika material batuan/tanah dipindahkan oleh air yang menyisakan bentuk alur di permukaan. Erosi selokan merupakan pengembangan lebih lanjut dari tahapan erosi alur, berukuran lebih besar dibandingkan alur yang terbentuk akibat erosi alur.

Agradasi
Agradasi yaitu penumpukan bahan-bahan yang terjadi oleh karena gaya angkut berhenti, misalkan karena lereng tempat berlangsungnya pengangkutan tidak lagi berlanjut melainkan berubah menjadi datar. Maka pada tempat tersebut akan terjadi penumpukan bahan dan permukaan tanah menjadi lebih tinggi dibanding dengan permukaan asal.

Contoh yang paling baik dari agradasi adalah pengendapan aluvium dan endapan glacier. Endapan aluvium dapat dikenal bermacam-macam pula, sebagai contoh endapan talus, kipas aluvium (aluvial fan) dan kolovium

SIKLUS PERKEMBANGAN SUNGAI

Sebagaimana sudah diuraikan di muka, air merupakan unsur pelaksana utama pengrusakan tenaga asal luar. Suatu daerah pertama-tama akan terangkat oleh tenaga asal dalam dan proses ini dinamakan proses pembentukan. Sedangkan pada proses yang dilakukan oleh air permukaan dinamakan proses pengrusakan. Keduanya pada akhirnya bekerja dalam satu hubungan yang erat yang dinamakan siklus: “Pengrusakan – Pengangkutan – Pengendapan – Pembentukan.”
Di daerah beriklim tropik lembab yang mempunyai angka curah hujan tinggi seperti Indonesia, peranan air permukaan ini sangat penting.

Lembah
Permukaan lereng mula-mula dikikis atau dierosi membentuk lembah kecil (gully). Bila tidak, air mengikis daerah yang luas bersama-sama sehingga tidak terbentuk lembah kecil tersebut. Erosi semacam ini dinamakan erosi memipih atau lembaran (sheet erosion). Gully lambat laun berubah menjadi lembah yang makin lama makin dalam. Lembah muda ini biasanya berbentuk huruf V (V shape valley), dasar lembah sempit dan lerengnya terjal. Lembah yang dewasa (mature) dan tua (old) membentuk diri menyerupai huruf U yaitu dengan dasar lembah yang makin rata. Bentuk lembah yang demikian ini dapat pula terjadi akibat pekerjaan es (glacier).
Selain air itu sendiri yang bekerja mengikis secara vertikal di bagian hulu, tepi lembah serta dasar lembah, juga bahan-bahan yang dibawanya ikut mengampelas dasar sungai atau lembah itu sehingga makin lama makin dalam. Kemampuan mengampelas ini ada batasnya yaitu apabila air sudah tidak bergerak lagi, atau bilamana mencapai muka laut. Oleh karena itu permukaan ini dinamakan orang erosion base level. Di bawah muka ini tidak terjadi erosi. Dengan begitu profil dasar sungai atau lembah akan mempunyai bentuk tertentu apabila sudah mencapai keseimbangan yang pada umumya membentuk kurva yang cekung perlahan-lahan. Kadang-kadang sebuah danau atau waduk menahan jalannya air dan menghentikan aktivitas pengampelasan. Karena itu maka air waduk atau air danau itu dinamakan batas dasar sewaktu-waktu atau setempat (temporary or local base level).

Keseimbangan dan bentuk profil dasar lembah atau sungai yang ideal terbentuk jika kekerasan batuan sama di semua tempat (homogen) yang dilalui sungai tersebut. Di alam, keadaan yang demikian jarang dijumpai. Batuan keras akan menonjol dan dinamakan titik jendul (nick point) yang akan menyebabkan pula terbentuknya permukaan dasar erosi setempat di tempat tersebut.

Pola pengaliran
Pola pengaliran adalah hubungan antara satu sungai dengan sungai lainnya atau hubungan antara air permukaan yang mengalir melalui lembah-lembah. Hubungan tersebut akan membentuk suatu pola atau pattern.

Kekerasan batuan di permukaan bumi berlainan di satu tempat dengan tempat lainnya yang tentu saja akan membentuk beraneka ragam jenis pola pengaliran. Kenampakan tersebut dapat dengan jelas dilihat pada peta topografi dan potret udara atau citra satelit. Dari bentuk atau jenis pola itu orang dapat menafsirkan jenis batuan atau gejala struktur geologi lainnya

Pola pengaliran dasar
1. Pola pengaliran mendaun (dendritik) terjadi karena kekerasan batuan relatif sama (homogen) dan lereng tidak terlalu curam. Hubungan antar satu sungai dengan sungai lainnya seperti daun atau pohon dengan cabang-cabangnya. Bila sudut antara tiap-tiap cabang sama, maka dinamakan pinnate.
2. Pola pengaliran sejajar (paralel) terjadi seperti pada pola pengaliran dendritik tetapi lereng agak terjal sehingga air bergerak dengan cepat dan tidak sempat bergabung satu sama lainnya, melainkan berjajar.
3. Pola pengaliran menangga (trellis) terdapat di daerah yang terlipat. Kekerasan batuan yang berselang-seling antara yang lemah dan yang keras mengakibatkan sungai berbelok-belok. Kadang-kadang memotong batuan keras dan menyusuri batuan lemah. Sungai dinamakan subsekuen bila menyusuri bagian lemah yang sejajar dengan jurus lapisan batuan, sedangkan konsekuen bila memotongnya. Obsekuen ialah anak sungai yang sejajar dengan sungai konsekuen tetapi bertentangan arah. Sedangkan resekuen ialah anak sungai yang sejajar dan searah dengan sungai konsekuen. Pola ini dapat memberi keterangan tentang daerah terlipat, antiklin, siklin, dan kubah.
4. Pola pengaliran membulat (annular) terjadi pada batuan yang telipat dan lipatannya membentuk kubah (dome).
5. Pola pengaliran memancar (radial) terjadi pada daerah yang terlipat ataupun gunungapi. Terutama pada daerah bergunungapi, pola ini sangat sering dijumpai dan merupakan salah satu ciri utamanya. Sungai-sungai mengalir dari satu pusat ke segala arah, memancar (radial) atau disebut juga centrifugal.

Bila sebaliknya yaitu pola sungai memancar tetapi bearah ke dalam (pusat) disebut dengan pola pengaliran centripetal.
6. Pola pengaliran menyudut terjadi di daerah yang banyak terpatah-patah atau banyak terdapat retakan sehingga sungai terpengaruh oleh letak retakan-retakan tersebut yang merupakan daerah lemah. Bila sudut antara sungai-sungai itu runcing, maka pola pengaliran dinamakan angulate. Sedangkan bila bersudut hampir tegak dinamakan rectangular. Pola pengaliran jenis ini sangat penting peranannya dalam menganalisis struktur geologi suatu daerah untuk eksplorasi mineral.
7. Di daerah berawa-rawa dan dekat muka laut orang biasanya menemukan pola pengaliran deranged atau contorted yaitu pola yang memperlihatkan aliran sungai yang tidak menentu, serta tepi sungai yang tidak jelas, bercampur baur dengan rawa. Di Kalimantan Selatan, sekitar Banjarmasin, pola pengaliran sungai semacam ini sering dijumpai.
8. Pola pengaliran multi-basinal sering dijumpai pada bentuk lahan karst yang didominasi oleh batugamping. Pola tersebut dicirikan oleh aliran sungai yang tidak menerus karena beralih menjadi sungai bawah tanah akibat adanya proses pelarutan.

Meander
Bila sungai berada jauh di atas permukaan dasar erosi (erosion base level) maka tenaga erosi tegak (vertical erosion) jauh lebih besar dari pada tenaga erosi horisontal. Akan tetapi segera air mendekati permukaan dasar ini sehingga tenaga tersebut menjadi berimbang dan akhirnya tenaga horisontal akan menjadi lebih besar.

Proses tersebut mengakibatkan pengikisan tidak berjalan tegak atau ke bawah melainkan mendatar atau ke samping mengakibatkan sungai menjadi berbelok-belok. Sungai yang berbelok-belok membentuk huruf U ini dinamakan sungai bermeander. Kadang-kadang suatu meander berbentuk sedemikian rupa sehingga membentuk danau tapal kaki kuda (oxbow lake). Pengendapan terjadi di belakang arus suatu meander yang terlindung, di sini tepi sungai bertambah dan bekas pertumbuhan meander itu (meander scroll) masih terlihat menunjukkan beragam bentuk lahan yang terbentuk di sekitar sungai bermeander

Endapan sungai
Endapan sungai terjadi karena daya angkut air berkurang akibat mendekati permukaan dasar erosi ataupun karena perubahan arus. Pengendapan membentuk apa yang disebut endapan sungai nusa ataupun bar. Berdasarkan bentuk nusa dan letaknya dapat menafsirkan arah aliran sungai

BENTANGALAM
DAERAH TERLIPAT

Batuan endapan terbentuk dengan cara pengendapan bahan-bahan yang dibawa oleh air. Oleh karena itu, pada waktu pembentukannya batuan endapan berada dalam keadaan mendatar atau horisontal. Keanekaragaman bahan mempengaruhi batuan endapan sehingga akan terbentuk berlapis-lapis dan perlapisannya terletak secara horisontal.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam posisi normal makin ke arah atas letaknya maka dengan sendirinya makin muda. Dalam stratigrafi, hukum tersebut dinamakan hukum superposisi. Bila tenaga asal dalam (endogen) bekerja pada daerah itu maka batuan endapan akan mengalami gangguan. Mungkin letaknya tidak horisontal lagi atau justru terlipat membentuk lipatan (fold) baik antiklin maupun sinklin, atau bahkan tersesarkan (fault). Sebagai akibat dari kekerasan batuan endapan yang berlainan antara satu lapisan dengan lapisan lainnya, maka batuan semacam ini membentuk bentangalam tersendiri yang khas. Erosi akan mengambil bagian di tempat-tempat lemah yaitu pada batuan yang lunak dan bagian yang keras akan menonjol membentuk bukit-bukit. Biasanya bukit ini memanjang sejajar dengan arah pelapisan.
Dengan cara mengetahui bentuk bentangalamnya, mengetahui arah lembah dan sistem perbukitannya dapat dengan mudah ditafsirkan batuan dan struktur geologi yang ada di daerah tersebut. Bentangalam ini kadang-kadang terlihat dengan mudah pada peta topografi dan potret udara atau citra satelit.

Pola pengaliran dan perlembahan
Erosi berlangsung secara intensif di daerah-daerah atau batuan yang lunak. Di daerah ini pada umumnya akan membentuk lembah-lembah. Di dalam batuan sedimen yang terlipat, perselingan antara batuan yang keras dan lunak acapkali

terjadi. Karena itu lembah-lembah terjadi berselang-seling dengan bukit-bukit yang memanjang menggambarkan pelapisan batuan Lapisan yang terlipat membentuk sinklin ataupun antiklin akan terlihat dengan jelas dari penyebaran lembah dan bukit-bukit ini. Antiklin yang menunjam biasanya terlihat jelas dari pola penyebaran bukit dan lembahnya yang berbentuk kaki kuda tempat penunjaman atau dinamakan juga hidung lipatan (antiklin ataupun sinklin).
Pola pengaliran pada bentangalam batuan terlipat pada umumnya adalah pola pengaliran menangga (trellis) yang sudah diterangkan dalam bagian yang lalu. Pada pola ini dikenal adanya sungai subsekuen, konsekuen, obsekuen, dan resekuen.
Bila daerahnya tidak mantap dan sungai mengikis di daerah yang terangkat, maka sungai ini akan mengikis lebih dalam dan membentuk lembah yang sempit. Kadang-kadang undak (teras) ditemukan di lembah tepi sungai ini. Sungai semacam ini dinamakan sungai antisedan (anticedant), sebagai contoh sungai Cikapundung yang memotong sesar Lembang di Maribaya.
Bila bentuk pola pengaliran ini membulat, maka kemungkinan besar menggambarkan dome atau kubah, sedangkan bila lonjong mungkin sekali antiklin atau sinklin. Di Indonesia, kemungkinan ke dua lebih sering dijumpai. Daerah bentangalam terlipat yang memperlihatkan pola pengaliran, sistem perlembahan dan perbukitan yang khas seperti diuraikan di atas dapat dijumpai sepanjang bagian Timurlaut Sumatera, pegunungan Kendeng dan Rembang, Madura, dan Kalimantan Timur.

Perbukitan atau punggungan (ridge)
Sebagaimana sudah diuraikan di muka, perbukitan di daerah terlipat dapat memanjang dan menggambarkan perlapisan, sehingga dapat diketahui bentuk perlapisannya. Selain itu pada bukit ini dapat pula ditafsirkan atau lebih jauh diukur besar kemiringannya.
Perlapisan yang miring agak besar yaitu kira-kira sekitar 45º akan menghasilkan kedua lereng pegunungan yang sama terjal. Punggungan semacam ini dinamakan hogback. Pelapisan yang agak landai pada umumnya menghasilkan bukit atau punggungan yang tidak simetris, salah satu lerengnya lebih landai. Lereng yang landai ini biasanya memperlihatkan arah dip, sedangkan lereng yang terjal menunjukkan arah sebaliknya. Pada lereng ini kemiringan (dip) dapat diukur. Bentuk punggungan semacam ini dinamakan cuesta. Cuesta dengan mudah dapat dikenal pada peta topografi atau pun pada potret udara dan citra satelit.
Daerah-daerah yang terlipat di Indonesia pada umumnya merupakan tempat terkumpulnya atau perangkap minyak bumi. Dengan sendirinya persyaratan-persyaratan lain untuk terdapatnya minyak bumi harus terpenuhi. Sebagai contoh dapat diambil, sepanjang Sumatera sebelah Timurlaut, Rembang, Madura-Kangean, dan Kalimantan Timur. Daerah yang membentuk dome (kubah garam) di Pantai Teluk Meksiko (Amerika) dan Iran sangat terkenal sebagai tempat terkumpulnya minyak bumi.

BENTANGALAM
DAERAH TERSESARKAN

Patahan atau seringkali juga disebut sesar (fault) adalah gejala geologi yang berhubungan dengan pergerakan kulit bumi. Bila sesar ini sampai ke permukaan bumi maka akan mempengaruhi bentuk roman muka bumi di tempat itu, dengan demikian mempengaruhi bentuk bentangalam. Bila dapat mengetahui bentuk bentangalam maka dapat pula ditafsirkan adanya pensesaran di suatu daerah.
Sesar dapat dibagi atas sesar naik, sesar normal, dan sesar mendatar atau sesar geser jurus (strike-slip fault, wrench fault, tear fault) tergantung kepada arah pergerakan. Sesar naik dijumpai bila blok di bawah bidang patahan bergerak relatif ke atas, sedangkan pada sesar normal terjadi sebaliknya. Pada sesar geser jurus dan sesar mendatar, atau disebut juga sesar horisontal, gerakanterjadi bersesuaian dengan arah jurus. Gerakan ini adalah gerakan mendatar. Bila blok relatif bergerak ke kiri dalam hal kita menghadap bidang patahan, dinamakan sinistral, sedangkan sebaliknya dinamakan dextral. Pada umumnya sesar yang dijumpai di alam merupakan gabungan antara gerakan-gerakan tersebut.

Gawir (scarp)
Pengaruh sesar terhadap bentangalam suatu daerah terutama sangat jelas pada bidang sesar. Tempat ini biasanya merupakan tempat yang lemah dan lunak, dan biasanya menjadi sasaran erosi. Oleh karena itu, pada daerah yang tersesarkan atau retakan biasanya terbentuk lembah yang lurus dan memanjang.
Pada sesar normal, biasanya bidang patahan membentuk gawir (scarp) yang berupa dinding miring. Pada dinding ini biasanya orang menemukan garis-garis geseran (scretch) yang menunjukkan adanya patahan. Pada umumnya dinding ini memperlihatkan pula bentuk deretan segitiga oleh karena beberapa bagian telah dikerat membentuk lembah. Bentuk ini dinamakan triangular facets. Fenomena ini diperlihatkan oleh bentuk bentangalam akibat pensesaran.

Kadang-kadang dijumpai pasangan-pasangan sesar saling berhadapan dan bagian yang turun membentuk lembah. Gawir dan ‘triangular facets’ terdapat pada kedua dinding lembah itu. Lembah ini berukuran jauh lebih besar daripada lembah yang dihasilkan oleh erosi, dan mempunyai dasar yang rata. Sistem pergeseran yang turun sedangkan sebaliknya dinamakan sembul atau horst. Contoh ‘graben’ yang terkenal ialah Graben Rhine di Jerman dan Semangko di Sumatra.
Sesar biasanya terdapat dalam bentuk majemuk, bergabung satu sama lainnya. Sesar menangga (step fault) adalah sesar yang membentuk tangga seperti tangga rumah, yaitu satu sama lainnya sejajar dan berundak-undak. Kadang-kadang sesar majemuk ini juga membentuk genting yang menumpuk satu sama lainnya. Sesar semacam ini dinamakan echelon.
Semua sesar yang diuraikan di atas dapat tercermin dengan jelas pada gawir yang menyembul di permukaan bumi.

Pola pengaliran
Sesar pada umumnya menghasilkan gawir dan daerah sesar merupakan daerah lemah sehingga mudah tererosi, maka patahan akan mempengaruhi sistem pengaliran air permukaan atau drainage pattern. Pola pengaliran menyudut (angulate) dan menegak (angular) terdapat di daerah yang mempunyai banyak patahan dan retakan yang tergabung dalam satu sistem, umpamanya membentuk sudut 45º pada pola pertama, dan 90º pada pola yang disebut terakhir. Biasanya sistem sesar dan sistem pengaliran ini terdapat pada batuan granit, batugamping, dan batuan terlipat yang menghasilkan retak-retak akibat tekanan sebagai penyebab lipatan tersebut.
Selain itu sesar yang menghasilkan gawir seolah-olah akan membendung pengaliran dan membelokkan sungai. Contoh yang paling baik adalah sungai Cikapundung yang pada mulanya tersebar di kaki gunung Tangkubanperahu kemudian menabrak gawir sesar Lembang yang membentang barat-timur melalui tepi selatan kota Lembang dan Maribaya, sehingga sungai-sungai itu berjalan sepanjang sesar dan bersatu kembali untuk bersama-sama menerjang gawir di daerah Maribaya dan membentuk kembali sungai Cikapundung yang kemudian mengalir melalui kota Bandung. Pola demikian dapat digolongkan sebagai pola pengaliran sub-menangga (sub-trellis).
Bila sesar geser lurus masih bekerja dan sungai sudah mengalir sewaktu sesar itu mulai terjadi, maka biasanya sungai membelok seolah-olah berhenti kemudian membelah mengikuti patahan untuk sementara, kemudian meninggalkan sesar itu lagi meneruskan perjalanan pada arah asalnya. Pada peta topografi dan potret udara / citra satelit tingkah laku sungai semacam ini dapat dilihat dengan jelas, sehingga apabila melihat bentuk sungai yang demikian maka dengan mudah dapat ditafsirkan kemungkinan adanya patahan geser-lurus yang masih aktif. Contoh sesar demikian di Indonesia ialah sesar sepanjang Bukit Barisan di Sumatera, sesar Palu Koro di Sulawesi Tengah, dan sesar Gorontalo di Sulawesi Utara.

Tidak semua sesar dapat mempunyai indikasi ekonomi. Akan tetapi banyak mineral-mineral berharga ditemukan pada sistem persesaran, terutama pada perpotongan sesar-sesar. Ini terutama disebabkan daerah itu merupakan daerah lunak dan lemah yang mudah diterobos magma dalam proses hydrothermal yang menghasilkan mineral-mineral. Endapan tembaga yang terkenal di Nevada, Amerika Serikat, pada umumnya terdapat dalam perpotongan sistem persesaran, demikian pula halnya di Alaska. Dengan mengetahui pola pengaliran, dapat dianalisis sistem persesaran, dengan demikian dapat pula meramalkan dan menemukan endapan mineral berharga.
Patahan biasanya juga ditandai dengan keluarnya mataair panas maupun biasa. Mataair panas dapat menjadi sumber pemasukan bagi PAD setempat melalui pengembangan pariwisata. Mataair biasa sangat penting peranannya untuk kehidupan manusia dan pertanian.

BENTANGALAM KARST

Bentangalam karst termasuk bentuk bentangalam yang penting, dan banyak pula ditemukan di Indonesia. Bentuk ini sangat erat berhubungan dengan batuan endapan yang mudah melarut. Oleh karena itu dengan mengetahui bentuk bentangalamnya, pada umumnya orang dapat mengetahui jenis batuannya, terutama juga oleh karena bentuk bentangalam karst sangat karakteristik dan mempunyai tanda-tanda yang mudah dikenal baik di lapangan, pada peta topografi maupun pada potret udara dan citra satelit. Bentangalam ini terutama memperlihatkan lubang-lubang, membulat atau memanjang, gua-gua dan bukit-bukit yang berbentuk kerucut. Di dunia, daerah yang ditutupi bentangalam karst tersebar di Perancis Selatan, Spanyol Utara, Belgia, Yunani, Jamaika, beberapa negara Amerika Selatan, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tenesse, Indiana, Kentucky). Sebenarnya kata karst berasal dari nama suatu pegunungan di Yugoslavia yang berbentangalam spesifik ini.
Di Indonesia bentangalam karst dapat ditemukan di beberapa daerah di pulau Jawa, yaitu Jampang di Selatan Jawa Barat, pegunungan Sewu di Kulon Progo Jawa Tengah, daerah perbukitan Rembang di Jawa Timur, dan beberapa daerah di Sulawesi Tengah. Di Irian Barat bentangalam karst ditemukan di Kepala Burung pada formasi Klasafet, sedangkan di Sumatera ditemukan, terutama di Sumatera Selatan dan Aceh.

Terjadinya bentuk bentangalam karst
Bentangalam karst terbentuk karena batuan muda dilarutkan dalam air dan membentuk lubang-lubang. Bentangalam ini terutama terjadi pada wilayah yang tersusun oleh batugamping yang mudah larut, dan batuan dolomit atau gamping dolomitan. Akibat pelarutan yang memegang peranan utama, maka air sangat penting artinya. Bentangalam karst biasanya berkembang di daerah yang mempunyai curah hujan cukup.
Di samping itu, pelarutan maksimum dapat terjadi bila air tidak mencapai jenuh akan karbonat. Air yang mengalir dapat menciptakan keadaan ini. Air yang mengandung CO2 (gas) akan lebih mudah melarutkan batugamping. Di bawah ini diperlihatkan reaksi kimia yang menghasilkan pelarutan tersebut.
H2O + CO2 -><- H2CO3 2H2CO3 + CaCO3 -><-Ca(HCO3)2 + H2 (larut) (gas)
Bila Ca(HCO3)2 terkena udara kembali maka berarti ada penambahan H2 dari udara, oleh karena itu keseimbangan reaksi akan bergerak ke kiri dan akan terbentuk kembali CaCO3 yang mengendap. Reaksi tersebut kemudian menerangkan terbentuknya stalaktit dan stalakmit yang dikenal dalam gua-gua di daerah kapur. Oleh karena itu, syarat penting untuk terbentuknya kedua jenis endapan ini ialah adanya persediaan H2 secara terus-menerus yang dapat diperoleh apabila udara dapat mengalir di dalam gua itu. Udara yang segar selalu menggantikan udara yang berada di dalam gua.

Karakteristik bentangalam karst
Gejala-gejala yang khas sebagai karakteristik bentangalam karst diantaranya adalah terra rossa, lapies, sinkholes, dll (Thornbury, 1969). Berikut ini pembahasan secara umum karakteristik tersebut.

a. Terra rossa dan lapies
Bila batugamping sudah terlarut biasanya akan meninggalkan bagian-bagian yang tidak dapat larut dalam air, oleh karena itu akan terbentuk persenyawaan karbonat. Pada umumnya sisa-sisa ini berkomposisi besi, berwarna merah atau merah coklat. Sisa-sisa ini dinamakan terra rossa . Sisa yang masih mengandung banyak karbonat biasanya berwarna hitam atau merupakan pelapukan batugamping. Bila batuan terlarut tidak meninggalkan sisa-sisa, maka daerah itu tidak mempunyai tanah penutup dan menghasilkan bentuk permukaan yang kasar dan kadang-kadang memperlihatkan garis-garis bekas pelarutan. Bentuk – bentuk tersebut dinamakan lapies.

b. Lubang tenggelam (sinkholes), doline, uvala, gua, stalaktit dan stalakmit.
Pelarutan pada umumnya berlangsung di daerah-daerah yang lunak, terutama pada perlapisan, sepanjang retakan dan pada perpotongan retakan-retakan. Lubang ini kemudian membesar di bagian bawah akibat air terkumpul di sini, dan pada suatu ketika bagian atas batuan akan runtuh sehingga terbentuk lubang yang besar dan terbuka. Lubang ini dinamakan doline (berasal dari Bahasa Serbia “dolines”) bila bentuknya membulat atau uvala bila bentuknya memanjang. Tempat sungai masuk ke dalam tanah sebelum menjadi sungai bawah tanah dinamakan lubang tenggelam (sinkholes), atau lubang masuk. Pada akhirnya sungai bawah tanah ini akan muncul kembali dan dinamakan mata air atau sumber air (spring) atau pemunculan (rise). Tempat pemunculan ini sangat penting dan sering dipakai sebagai sumber pengairan. Kadang-kadang tidak terlihat adanya lubang masuk yang menghasilkan sungai bawah tanah ini. Air terkumpul dari banyak tempat peresapan melalui celah-celah. Bila pada suatu waktu air tidak ada lagi maka terbentuklah terowongan-terowongan bekas sungai dan gua-gua. Gua dapat juga terbentuk oleh karena doline yang runtuh dan membentuk rongga. Di dalam gua ini, jika persyaratan memenuhi seperti diuraikan di muka, akan terbentuk stalactites, tiang-tiang karbonat yang terbentuk di bagian atap gua, dan stalagmites yang tumbuh di bagian lantai gua.

c. Bukit kerucut (conical hills)
Sisa-sisa erosi dan daerah yang belum terlarut karena letaknya di bagian yang keras, misalkan relatif tidak retak dan tidak berlapis serta kompak, akan membentuk bukit-bukit seperti kerucut. Daerah-daerah yang lemah karena retakan berkembang menjadi doline dan akhirnya satu doline menyambung dengan doline lainnya sehingga terbentuk sisa-sisa berupa bentuk kerucut (conical hills, pepino hills (Puerto Rico), hums, mogotes (Cuba)). Bentuk ini merupakan bentuk yang paling mantap dan tahan terhadap pelarutan dan erosi.
Letak bukit kerucut biasanya teratur karena letak retakan yang dilarutkan pun biasanya teratur pula dalam suatu sistem peretakan. Dari letak bukit-bukit ini biasanya dapat dianalisis sistem retakan di suatu daerah karst dan kemudian untuk mengetahui arah tekanan atau gaya-gaya yang berpengaruh di daerah tersebut.
Pada peta topografi, potret udara atau citra satelit dengan mudah bukit-bukit ini dikenali, terutama karena ketinggiannya yang cukup memadai sehingga tampak pada peta berskala 1:25.000 bahkan 1:100.000. Di Indonesia bukit-bukit ini mempunyai tinggi berkisar antara 3 sampai beberapa puluh meter.

Potensi ekonomi di wilayah karst diantaranya endapan fosfat, terra rossa, dan bahan bangunan. Di gua-gua sering terdapat onggokan fosfat hasil reaksi kimia antara kotoran burung penghuni gua dengan karbonat. Endapan ini dapat dipakai untuk bahan pupuk. Terra rosa yang mengandung kadar besi tinggi ditambang kandungan bijih besinya. Dewasa ini masih dipersoalkan untuk pengambilan aluminium yang mungkin dikandung terra rossa dalam jumlah amat sedikit. Bentangalam karst terbentuk di daerah batugamping, oleh karena itu bahan bangunan batugamping mudah diperoleh baik untuk industri kecil (pembakaran batugamping) ataupun bahan semen. Patut diperhatikan kemungkinan adanya gua-gua yang sangat memegang peranan dalam perhitungan jumlah cadangan. Gua ini kadang-kadang tidak tampak di permukaan dan menyebabkan kesalahan perhitungan jumlah cadangan.
Perencanaan tataletak bangunan, jalan, ataupun waduk harus memperhatikan kemungkinan adanya retak-retak yang mempermudah pelarutan batugamping ataupun adanya gua-gua yang dapat menggangu fondasi.

BENTANGALAM PANTAI

Bagian ini terutama akan membicarakan bentuk-bentuk geomorfologi pantai beserta cara terjadinya dan penyebabnya. Selain pantai laut juga akan disinggung tentang pantai danau.
Ada tiga macam gerakan air laut yang menyebabkan proses gradasi pada permukaan bumi, yaitu gelombang, arus, dan pasang-surut. Pasang surut sebenarnya sangat sedikit pengaruhnya.
Angin adalah penyebab utama terjadinya gelombang. Kecepatan, besarnya daerah yang tertiup angin (fetch), dan lamanya angin bertiup menentukan besarnya gelombang. Istilah-istilah yang dipakai dalam mengukur besarnya gelombang sama dengan istilah yang dipakai dalam ilmu fisika, yaitu panjang gelombang, tinggi gelombang, dan waktu gelombang (getaran), serta kecepatan gelombang. Oleh karena fetch di danau pada umumnya tidak cukup luas, maka gelombang besar jarang terjadi. Gelombang paling besar yang pernah tercatat, yaitu yang mempunyai tinggi gelombang sebesar 16 meter, ditimbulkan oleh fetch paling tidak sebesar 1000 kilometer (Kuenen, 1950; dalam Thornbury, 1969)
Ada dua macam gelombang yang dikenal yaitu gelombang osilasi (wave of oscillation) dan gelombang translasi (translation). Yang pertama terjadi di tempat-tempat yang dalam sehingga dasar lautan tidak berpengaruh terhadap gelombang ini. Sedangkan yang kedua terjadi di tempat-tempat yang dangkal di tepi pantai. Pada gelombang pertama tidak terjadi gerakan air secara mendatar, akan tetapi pada gelombang translasi gerakan air yang dominan adalah gerakan mendatar sehingga terjadi pengikisan terhadap pantai dan dasar laut dangkal. Perubahan antara kedua jenis gelombang itu menimbulkan pengosongan dan pengumpulan massa air, karena itu di sini gelombang menjadi pecah atau rebah (surf). Tempat ini menunjukkan perubahan kedalaman dasar laut. Gelombang translasi mempunyai dua fungsi yaitu pengikisan pantai dan pengendapan kembali di tempat-tempat yang rendah serta pengikisan dasar pantai yang terletak di atas “dasar gelombang” (wave base). Dasar gelombang adalah tempat terdalam, yang mana pengaruh gelombang masih terasa. Pengikisan dasar pantai pada waktu air bergerak ke arah pantai dinamakan debak (wash), sedangkan pada waktu kembali menjauhi pantai disebut pencucian balik.

Selain oleh angin gelombang dapat ditimbulkan pula oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut. Acapkali gelombang itu mempunyai ukuran yang besar dan dapat melanda pantai serta menimbulkan banjir dan bencana di daerah pantai. Gelombang semacam ini dinamakan tsunami. Pada 26 Desember 2004 telah terjadi tsunami di lepas pantai NAD dan Sumatera Utara dengan sumber gempabumi terletak sekitar 149 arah selatan dari Meulaboh. Ketinggian gelombang tsunami mencapai 2-10 m. Gempabumi penyebab tsunami diketahui memiliki kedalaman pusat gempa sekitar 20 km di bawah Samudera Hindia. Beberapa pusat pengukuran gempabumi menaksir kekuatan gempa mencapai 6,9 – 9,1 R. Wilayah yang terkena bencana meliputi Srilanka, India, dan Indonesia. Indonesia merupakan wilayah yang mengalami kerusakan paling parah dengan korban jiwa mencapai lebih dari 200 ribu orang

Arus (current) dibedakan dari gelombang oleh karena di sini terjadi pemindahan massa air. Penyebabnya bermacam-macam, akan tetapi yang mempunyai arti dalam geomorfologi adalah yang ditimbulkan karena angin. Apabila arus ini menabrak pantai dengan posisi miring maka akan timbul arus sepanjang pantai (longshore current) yang akan mempengaruhi pembentukan pantai. Pantai sedikit demi sedikit bergeser sepanjang garis pantai sebagai hasil kerja arus semacam ini (longshore drifting)

Selain oleh angin, arus dapat pula ditimbulkan karena adanya pasangsurut (tidal current). Oleh karena permukaan air laut yang berlainan antara satu tempat dengan tempat lainnya maka akan terjadi arus dari tempat pasang ke tempat surut terutama melalui selat-selat, sebagai contoh selat-selat di antara pulau di Nusa Tenggara. Arus yang ditimbulkan oleh pasangsurut inipun berpengaruh pula terhadap pembentukan pantai. Tidal bore adalah bagian muka arus yang terjadi karena pasangsurut. Tidal bore biasanya berpengaruh dalam pengikisan pantai dan pembentukan endapan laut.

Erosi pantai
Gelombang yang menghempas ke arah pantai dapat merusak pantai tersebut, akibatnya pantai sedikit demi sedikit menjadi mundur posisinya ke arah darat. Pantai yang demikian dinamakan pantai yang mengalami pemunduran atau abrasi (abration). Di Indonesia pantai yang mengalami abrasi umpamanya pantai Sumatera Barat (sekitar Padang) dan pantai Teluk Jakarta.
Muara sungai pada umumnya menumpahkan bahan-bahan yang dibawa sungai ke laut. Akibat perubahan kecepatan air sungai yang terjadi di muara maka bahan-bahan yang terangkut ini segera mengendap, dan membentuk pantai yang tumbuh atau mengalami akresi (accretion). Pada pengikisan pantai terjal mula-mula terjadi bagian yang melekuk pada mukalaut, kemudian lama-kelamaan pantai itu runtuh dan mundur sedikit demi sedikit.

Pantai tumbuh
Pantai tumbuh terjadi di tempat-tempat pengendapan bahan-bahan yang dibawa sungai atau dibawa arus laut itu sendiri. Sungai ini membentuk delta dan bahan-bahan yang dibawanya mengendap pula di depan pantai. Pantai yang demikian dinamakan pantai tumbuh atau mengalami akresi. Di Indonesia pantai yang tumbuh terutama dikenal di pantai-pantai Selat Malaka dan Laut Jawa.
Pengendapan yang terjadi di depan pantai terdiri dari bermacam-macam jenisnya. Bar adalah endapan di muka pantai yang kira-kira hampir sejajar pantai. Cuspate bar adalah salah satu jenis bar yang menyudut atau membentuk semacam taji terhadap pantai, sedangkan tombolo menghubungkan pantai dengan pulau kecil di depan pantai yang pulau ini juga terbentuk dengan cara pengendapan. “Pematang pantai” adalah endapan yang terbentuk pada pantai sepanjang garis pantai dari bahan-bahan hasil pengikisan pantai atau bahan-bahan yang dibawa sungai yang dimuntahkan ke laut.

Klasifikasi bentuk pantai
Pantai dapat digolongkan menjadi 4 golongan besar, yaitu (1) pantai naik (emergence coast), (2) pantai turun atau tenggelam (submergence coast), (3) pantai statis (neutral coastline), dan (4) pantai gabungan (compound coastline) yang dikemukakan oleh Johnson pada tahun 1919 (dalam Thornbury, 1969).
(1) Pantai naik (emergence coast)
Pantai naik bercirikan garis pantai yang relatif rata, oleh karena dasar laut yang hampir rata dan tidak mengalami erosi serta mengalami pengendapan, terangkat ke atas mukalaut. Kalaupun berbelok-belok, maka belokan ini halus dan rata serta perlahan. Pantai naik tidak dapat dicampurbaurkan dengan pantai maju. Pada pantai maju penambahan pantai terjadi karena pengendapan. Pantai naik yang terbentuk karena patahan pada umumnya berbentuk lurus tetapi terjal.
(2) Pantai turun (submergence coast)

Pada pantai turun, bagian daratan yang sudah tererosi dan membentuk lembah-lembah serta roman muka yang tidak rata tenggelam di bawah mukalaut. Garis pantai menjadi berkerinyut dan banyak berbelok-belok tidak teratur. Pantai inipun jangan disamakan dengan pantai yang terdiri dari batuan yang keras sehingga membentuk pantai tidak teratur. Biasanya yang disebutkan terakhir membentuk pantai yang terjal.(3) Pantai statis (neutral coastline) Pada pantai statis tidak terjadi pengendapan di muka pantai serta pertumbuhan dan pemunduran pantai, seperti diuraikan dalam bagian (1) dan (2) di atas. Karakteristik pantai ini diantaranya terbentuk delta, dataran aluvial, bersifat vulkanik, dan coral reef tumbuh dengan baik.
(4) Pantai gabungan (compound coastline)
Pantai ini mengalami proses gabungan, pada periode tertentu mengalami penurunan, pada periode lain mengalami penaikan. Oleh karena itu, karakteristik pantai naik dan turun keduanya ditemukan pada jenis pantai ini.

Erosi 2 (hakekat erosi, keuntungan,kerugian)

Erosi adalah lepasnya material padat (sedimen, tanah, batuan dan tertikel lain) dari batuan induknya oleh air, angin, es, gaya gravitasi atau organisme.

Apabila kita perhatikan baik-baik proses erosi yang terjadi maka kita akan melihat keadaan berikut ini:

1. Erosi menyebabkan hilangnya material dari suatu tempat. Di lokasi asal material tersebut terjadi pengurangan material. Selain itu, apabila daerah tersebut tinggi, maka erosi menyebabkannya menjadi lebih rendah. Dari sudut pandang geomorlogi maka, erosi merupakan bagian penting dari proses pendataran (pembentukan dataran)permukaan Bumi. Selain itu, erosi juga bekerja mengukir permukaan Bumi. Hasilnya adalah alur-alur air atau lembah-lembah sungai di daerah perbukitan atau pegunungan. Jadi, tanpa erosi maka gunung-gunung akan tetap menjuilang tinggi dan tidak ada ukiran alur air dan lembah sungai yang indah itu.
2. Erosi merupakan penghasil muatan sedimen untuk ditransportasikan dan kemudian diendapkan di tempat lain. Jadi, bila tidak diawali oleh proses erosi maka tidak akan ada muatan sedimen yang dapat ditransportasikan, dan selanjutnya tidak akan ada pengendapan yang akan terjadi. Dengan demikian dapatlah kita katakan bahwa proses erosi merupakan kunci dari proses transportasi sedimen dan proses pengendapan sedimen.

Itulah hakekat dari proses erosi.

Kerugian karena Erosi

Sebagaimana halnya proses alam lainnya, erosi dikatakan merugikan bila mengenai kepentingan manusia secara langsung dan segera dirasakan pengaruhnya.

Berikut ini beberapa kerugian karena erosi:

1. Kehilangan tanah yang subur di daerah pertanian atau perkebunan yang mengalami erosi. Erosi permukaan tanah menyebabkan humus tanah yang subur di suatu kawasan hilang terbawa ke tempat lain. Pembuatan lahan persawahan berteras di daerah berlereng merupakan salah satu upaya mengurangi kerugian karena erosi ini.
2. Kehilangan lahan secara fisik dan berbagai objek di atasnya. Contoh dari kondisi ini adalah erosi yang terjadi di sepanjang tepi aliran sungai atau tepi pantai. Erosi menyebabkan kehilangan lahan. Bila di atas lahan itu ada rumah, jalan atau berbagai objek lainnya, maka semuanya akan turut hilang bersamaan dengan hilangnya lahan karena erosi itu.

Keuntungan karena Erosi

Di atas telah disebutkan bahwa erosi merupakan kunci bagi proses transportasi sedimen dan proses sedimentasi. Keuntungan dari proses erosi ini dengan demikian harus kita lihat dari sudut pandang yang lebih luas dan menyeluruh. Kita harus melihat bahwa erosi menguntungkan karena tanpa erosi maka sedimentasi tidak akan terjadi. Tanpa erosi, maka tak kan ada sedimentasi, maka tidak akan ada lahan persawahan dataran rendah yang subur. Tanpa erosi di darat, maka tak kan ada sedimentasi di pantai atau laut dalam, maka tidak akan ada delta-delta atau endapan laut yang darinya kita mendapatkan minyak dan gas bumi. jadi di simpulkan Erosi adalah sebagian dari proses alam yang penting bagi kelangsungan hidup di Bumi. Keuntungan dan kerugian dari proses itu bersifat relatif, tergantung dari cara kita memandangnya.

Batuan 2 (perubahan)

Batuan penyusun kulit bumi atau litosfer dapat mengalami perubahan. Berdasarkan karakter perubahan yang terjadi, perubahan itu dapat dibedakan menjadi beberapa kategori sebagai berikut:

1. Pelapukan. Pelapukan dapat dibedakan menjadi pelapukan fisik dan kimiawi. Pelapukan kimiawi, yaitu pelapukan yang terjadi karena perubahan komposisi kimiawi; pelapukan ini menyebabkan batuan mengalami perubahan komposisi kimia; agen utama penyebab pelapukan tipe ini adalah air. Pelapukan fisik adalah pelapukan yang terjadi karena kerusakan fisik batuan seperti pecahnya batuan karena akar tumbuhan, atau pecahnya batuan karena perubahan temperatur; pelapukan ini menyebabkan batuan pecah menjadi fragmen-fragmen batuan yang lebih kecil. Pembicaraan tentang pelapukan batuan terutama dilakukan ketika kita berbicara tentang geomorfologi dan pembentukan tanah. Proses pelapukan ini terutama terjadi di permukaan bumi, dimana batuan (litosfer) mengalami kontak dengan atmosfer dan hidrosfer serta biosfer.
2. Deformasi, yaitu perubahah fisik batuan karena pengaruh tekanan. Karena deformasi batuan dapat terlipat, terpatahkan dan atau mengalami kerusakan fisik seperti retak. Pembicaraan tentang deformasi dilakukan ketika berbicara tentang struktur geologi. Proses deformasi ini terjadi di bawah permukaan bumi yang melibatkan perlapisan batuan dan tubuh-tubuh batuan beku atau metamorf.
3. Perubahan jenis batuan yang menyebabkan suatu jenis batuan menjadi jenis batuan yang lain , seperti dari batuan beku menjadi batuan sedimen atau batuan, dari batuan sedimen menjadi batuan metamorf atau batuan beku, atau dari batuan metamorf menjadi batuan sedimen atau batuan beku. Pembicaraan tentang perubahan jenis batuan ini dilakukan ketika kita berbicara tentang petrologi. Di sini kita berbicara tentang siklus batuan. Proses perubahan jenis batuan ini terjadi di litosfer secara keseluruhan mulai dari permukaan bumi bahkan sampai mantel. Proses ini melibatkan seluruh agen geomorfologi, gerak-gerak tektonik, dan temperatur.

Sabtu, 10 April 2010

TANAH LONGSOR

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunungapi, dan sebaran sumber gempabumi. Gunungapi yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunungapi aktif dunia. Dengan demikian Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunungapi dan gempabumi. Di beberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hingga curam, jika terjadi gempabumi dengan sumber berada di dasar laut atau samudera dapat menimbulkan gelombang Tsunami.


Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.



PENGERTIAN TANAH LONGSOR
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

JENIS TANAH LONGSOR
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
1. Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

2. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

4. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

5. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

6. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.


GEJALA UMUM TANAH LONGSOR
Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.
Biasanya terjadi setelah hujan.
Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

PENYEBAB TERJADINYA TANAH LONGSOR
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.

Faktor-faktor Penyebab Tanah Longsor
1. Hujan Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.

Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.

Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.

2. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

3. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

4. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.

5. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

6. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

7. Susut muka air danau atau bendungan Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

8. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.

9. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

10. Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

11. Bekas longsoran lama Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri:
Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.
Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur.
Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama.
Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.
Longsoran lama ini cukup luas.

12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung) Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:
Bidang perlapisan batuan
Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.
Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).
Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.

13. Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.

14. Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.


WILAYAH RAWAN TANAH LONGSOR
Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta.
Daerah yang memiliki rawan longsor
Jawa Tengah 327 Lokasi
Jawa Barat 276 Lokasi
Sumatera Barat 100 Lokasi
Sumatera Utara 53 Lokasi
Yogyakarta 30 Lokasi
Kalimantan Barat 23 Lokasi
Sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur.

DAFTAR KEJADIAN DAN KORBAN BENCANA TANAH LONGSOR 2003-2005
No. Propinsi Jumlah
Kejadian Korban Jiwa RH RR RT LPR
(ha) JL
(m)
MD LL
1. Jawa Barat 77 166 108 198 1751 2290 140 705
2. Jawa Tenah 15 17 9 31 22 200 1 75
3. Jawa Timur 1 3 - - 27 - 70 -
4. Sumatera Barat 5 63 25 16 14 - 540 60
5. Sumatera Utara 3 126 - 1 40 8 - 80
6. Sulawesi Selatan 1 33 2 10 - - - -
7. Papua 1 3 5 - - - - -
Jumlah 103 411 149 256 1854 2498 751 920


Keterangan
MD : Meninggal dunia
ML : Luka - luka
RR : Rumah rusak
RH : Rumah hancur
RT : Rumah terancam
BLR : Bangunan lainnya rusak
BLH : Bangunan lainnya hancur
LPR : Lahan petanian rusak ( dalam hektar)
JL : Jalan terputus


Tampak bahwa kejadian bencana dan jumlah korban bencana tanah longsor di Propinsi Jawa Barat lebih besar dibandingkan dengan propinsi lainnya. Hal demikian disebabkan oleh faktor geologi, morfologi, curah hujan, dan jumlah penduduk serta kegiatannya.

PENCEGAHAN TERJADINYA BENCANA TANAH LONGSOR


Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman(gb. Kiri)
Buatlah terasering (sengkedan) [ada lereng yang terjal bila membangun permukiman (gb.kanan)


Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan.(gb.kiri)
Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.(gb.kanan)


Jangan menebang pohon di lereng (gb. kiri)
Jangan membangun rumah di bawah tebing. (gb. kanan)


Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal (gb.kiri)
Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit. (gb.kanan)


Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. (gb.kiri)
Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit. (gb.kanan)


Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. (gb.kiri)
Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi. (gb.kanan)

TAHAPAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR
Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.
Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya.
Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah
Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.

SELAMA DAN SESUDAH TERJADI BENCANA
1. Tanggap Darurat
Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
Kondisi medan
Kondisi bencana
Peralatan
Informasi bencana

2. Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.

3. Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.



Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lain:
Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap).
Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pem-bangunan).
Vegetasi kembali lereng-lereng.
Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.


FOTO-FOTO KEJADIAN TANAH LONGSOR DI INDONESIA


Batu yang berjatuhan akibat longsor yang terjadi di kawan wisata air panas Pacet.(gb.kiri)
Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan banjir di Bahorok Sumatera utara yang memakan korban sekitar 200 orang. (gb.kanan)


Longsor batu di kawasan penambangan batu Desa Setianegara, Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat.(kiri)
Sebuah rumah di Kecamatan Kadungora, Garut, porak-poranda akibat tanah longsor yang melanda wilayah di Jawa Barat.(kanan)


Masyarakat melihat bis yang terperosok keluar dari jalan raya akibat terjangan longsoran tanah di Cilacap, Jawa Tengah.(gb.kiri)
Tim evakuasi bencana longsor TPAS Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat sedang bekerja mengangkat tumpukan sampah.(gbkanan)


Longsor yang terjadi di Semarang tahun 2002, menimbun 9 rumah yang berada di bawahnya.(gb.kiri)
Longsor yang terjadi di Padang tahun 2005 mengakibatkan sejumlah ruas jalan terputus.(gb.kanan)

PETA ZONA KERENTANAN TANAH LONGSOR INDONESIA
(selenkapnya di http://merapi.vsi.esdm.go.id/?static/gerakantanah/pengenalan.htm)

Mata air

Munnculnya mata air tentusaja disebabkan karena muka airtanah yang lebih tinggi dari permukaan tanah. Munculnya mata air ini mirip seperti sumur artesis, yaitu sumur yang dibuat menembus lapisan air yang bertekanan. Dari mana sumber tekanannya. Salah satu penjelasan yang termudah adalahadalah seperti yang terlihat dibawah ini.

Gempa jogja terjadi pada bulan May 2005 2006. Tentunya bulan-bulan ini adalah bulan-bulan musim kemarau. Hujan sangat jarang, walaupun ada hujan deras malam hari pada hari terjadi gempa. Namun setelah itu hujan berenti dan memasuki musim kemarau. Banyak yang mengeluhkan sumur mengering, semua menduga akibat gempa. Dan sayapun menduga hal yang sama. Tetapi bagaimana terjadinya “hilangnya” air tanah ini ?

Gambar dibawah menjalaskan tiga fase-fase sebelum gempa, ketika atau setelah gempa, dan ketiga saat ini.

mata-air-baru

Gempa akan membentuk crack atau rekahan-rekahan. Proses pembentukan rekahan tentunya sudah tahukan ? itu sederhana dan semua juga yakin dan melihat retakan-retakan ditanah, kan ?. Pada saat gempa terjadi goyangan-goyangan yang dibeberapa tempat justru terlihat air yang menyembur. Namun setelah goyangan gempa reda banyak dilaporkan sumur-sumur kering, dan mata air yang sudah tidak mengeluarkan air lagi.

Sejak bulan May itu, hujan sudah tidak (jarang) turun sejak itu. Bahkan mata-air (sumur) banyak yang menjadi kering.Hal ini muungkin disebabkan karena ada crack atau rekahan yang membuat air tanah dangkal “jatuh” ke lapisan dibawahnya, terjadi equilibrium dimana ada air yang masuk ke zona lain yang bertekanan lebih rendah (tinggi muka airnya lebih rendah). Lihat gambar nomor 2.

Bulan-bulan selanjutnya adalah musim kering. Air semakin sulit tentusaja. banyak yang mengeluhkan sumurnya kering.

Saat ini (bulan Desember ini) mulai lagi turun hujan, proses pengisian air mulai terjadi lagi, air masuk kedalam tanah. Beberapa rekahan membentuk “lubang” yang mungkin menjadi penghubung ke permukaan. Sehingga kalau ada “bakal” mata air yang tadinya kosong karena tidak ada air, maka akan muncul kali ini.

Mata air mata air baru ini menurut saya masih proses yang berkaitan dengan dengan terjadinya gempa bumi, tetapi bukan berarti (tidak harus diartikan) gempa itu sedang berlanjut terus. Gempanya sendiri sudah berhenti tetapi air-air bermunculan akibat rekahan-rekahan baru yang rterbentuk pada gempa kemarin.

Mengapa mata air ini ada yang hangat (panas) ?

Sangat mungkin kondisi hidrologi yang terjadi di Jogja dan sekitarnya berubah menjadi sistem hidrologi yang baru. Mungkin saja yang lama ada justru mati, atau yang tadinya kecil menjadi besar, dan bahkan muncul mata-air baru. Kalau mata air ini terhubung dengan sumber air atau lapisan yang jauuh lebih dalam, tentunya air yang keluar merupakan tanah sangat dalam yang biasanya dan akan terasa hangat karena adanya gradient geothermal. Secara normal semakin masuk kedalam bumi, suhu akan bertambah 3 derajat celsius setiap 100 meter (30 oC/km).

GEMPABUMI

Menyikapi rangkaian gempabumi yang bersumber dari perairan baratdaya Bengkulu pada tgl. 12 September 2007 pukul 18:10 dengan magnitude 7.9 Skala Richter [SR] hingga saat ini, Ikatan Ahli Geologi Indonesia [IAGI] mengadakan diskusi ilmiah dengan narasumber para ahli yang aktif melakukan penelitian gempabumi di Indonesi pada tgl. 15 September 2007. Dalam diskusi ini para ahli memaparkan fakta lapangan, data yang tercatat oleh instrumen pemantau, dan analisis terhadap data dan hasil-hasil penelitian sebelumnya.

Dalam diskusi terungkap bahwa secara umum kerusakan yang terjadi di wilayah Bengkulu tidak separah kerusakan akibat gempa tahun 2000, tidak dijumpai kawasan yang rusak akibat tsunami, dan masyarakat sudah cukup memahami fenomena yang terjadi. Kesiapsiagaan masyarakat telah cukup baik, sebagaimana dilaporkan oleh IAGI Padang.

Dari sisi peringatan terhadap bahaya, otoritas Indonesia sudah berhasil mendeteksi dan menghitung parameter gempa secara cepat. BMG berhasil mengeluarkan informasi dan peringatan terhadap potensi tsunami dalam waktu 5 menit setelah kejadian gempa. Peringatan ini jauh lebih cepat daripada informasi dari sumber-sumber di luar negeri yang memerlukan waktu 20 menit.

Diskusi tentang potensi gempa mengungkap fakta bahwa perairan barat Sumatera masih menyimpan potensi gempa besar yang harus dicermati. Sementara itu para ahli masih menghadapi kendala akibat keterbatasan data kegempaan, data patahan aktif, serta data geologi baik permukaan mau pun bawah permukaan.

Kesimpulan dari diskusi ini adalah sbb.:
1. Kawasan pusat gempa yang harus dicermati adalah perairan barat Lampung, perairan Enggano, perairan Siberut, dan perairan Simeulue. Berdasarkan runtutan peristiwa gempa Bengkulu, peluang kejadian yang paling dekat adalah kawasan Siberut. Waktu kejadiannya belum dapat ditentukan secara tepat, namun belajar dari runtutan persitiwa gempa Aceh dan Nias pada tahun 2004 – 2005, kemungkinan gempa di kawasan Siberut dapat terjadi dalam hitungan beberapa bulan hingga beberapa tahun ke depan. Fenomena ini tergambar dari runtutan gempa Bengkulu dan gempa Sungaipenuh [Jambi] 12 – 13 September 2007.
2. Untuk meningkatkan kemampuan deteksi dan peringatan dini, IAGI merekomendasikan untuk menambah jaringan instrumen pemantau, seperti seismometer dan GPS; serta melakukan survei dan pemetaan terhadap patahan aktif dan zona retakan.
3. Upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat adalah membuat tataruang dan panduan kesesuaian struktur bangunan untuk daerah-daerah yang rawan bencana. Pengawasan terhadap tataruang dan struktur bangunan hendaknya diperketat.
4. Daerah-daerah lain di Indonesia yang akhir-akhir ini diguncang gempa perlu juga mendapat perhatian serupa.

KARST

Karst adalah Fenomena alam yang banyak masyarakat awam tidak menyadarinya akan pentingnya morfologi ini, Pengerian Karst dapat dilihat disini diblog lain milikku juga. Karst adalah fenomena yang tidak bisa dilepaskan dari namanya bentukan karbonat dan terbentuk oleh endapan material laut. Misalnya saja koral, sedimentasi laut, organisme laut, dan banyak lagi. Kebanyakan dari kitapun tidak menyadari bahwa selama ini bangunan-bangunan yang terbuat dari semen dan porselen berupa marmer dieksploitasi dari bentuk lahan karst. Selain itu didaerah selatan Jogja sering kita menemukan kenampakan bukit-bukit sisa (Mogote) seperti daerahsekitar pantai baron, parang tritis, dan wonosari selatan. Sensasi yang saya maksudkan disini bahwa morfologi ini sebenarnya adalah hasil endapan sedimentasi laut yang terangkat ke atas permukaan. Yang dipertanyakan sekarang seberapa pentingkah karst untuk kehidupan manusia.


Memang terkadang kita tidak terlalu menyadari namun intinya morfologi ini akan menjadi penunjuk utama kehidupan serta bentuk alam sejarah geologi suatu wilayah maupun regional. Karena banyak mengandung kandungan fosil tentunya akan mempermudah untuk menganalisa kapan sedimen ini terjadi. Selain itu bentang alam karst merupakan morfologi yang juga sangat menarik untuk dijadikan potensi wisata yang khas misalnya saja Gua Karst yang mempunyai bentukan dinding yang mempunyai nilai seni tingkat tinggi berupa stagmit dan stalaktit. Morfologi karstpun ikut andil didalam memberikan perlindungan untuk kita karena salah satu bahan dsar semen untuk bangunan banyak diolah dari karst ini. Namun seiring perkembangan waktu karst morfologi akan semakin hilang karena reklamasi lahan yang terlihat asal sehingga terlihat adanya kerusakan alam. untuk itu pemerintah benar-benar harus memperhatikan hal ini jangan samapi beberapa tempat yang menjadi rujukan karst dunia rusak seperti pada daerah selatan jogja yang mulai hilang dan pada daerah padalarang (Formasi Rajamandala)

Rabu, 07 April 2010

PENDEKATAN GEOGRAFI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PENDEKATAN GEOGRAFI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

Oleh : DR. Djoko Harmantyo, MS

Staf Pengajar Departemen Geografi FMIPA-UI

Pengantar

Tulisan ini disusun untuk memenuhi permintaan Panitia Penyelenggara Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Geografi Dalam Persiapan Sertifikasi Guru. Oleh karena itu tulisan ini disusun sedemikian rupa di samping memuat konsep berpikir logis dan rasional serta landasan teoritis juga disampaikan bagaimana metode mengajar Geografi pada tingkat pendidikan sebelum memasuki dunia perguruan tinggi. Materi tulisan disampaikan sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh para peserta pelatihan dengan asumsi para peserta adalah guru yang mengajar pelajaran Geografi.

PENDAHULUAN

Bidang ilmu Geografi pada dasarnya mempelajari berbagai komponen fisik muka bumi, mahluk hidup (tumbuhan, hewan dan manusia) di atas muka bumi, ditinjau dari persamaan dan perbedaan dalam perspektif keruangan yang terbentuk akibat proses interaksi dan interrelasinya. Untuk mempermudah mempelajarinya, berbagai persoalan keruangan (spatial problems) dirumuskan dalam rangkaian pertanyaan : Apa jenis fenomenanya? Kapan terjadinya? Di mana fenomena tersebut terjadi? Bagaimana dan kenapa fenomena tersebut terjadi di daerah tersebut dan tidak terjadi di daerah lainnya?

Fenomena keruangan, atau fenomena geografis, baik tentang aspek fisik maupun aspek non-fisik serta interaksi dan interrelasi ke duanya, dalam proses belajar mengajar dapat dimulai dari yang paling sederhana seperti lokasi sekolah, lokasi pasar, kantor kelurahan atau kantor puskesmas, atau lokasi banjir, longsor, gempa bumi, dapat diungkap melalui pertanyaan bagaimana dan kenapa “ada” di tempat tersebut sedang di tempat lain tidak? Selanjutnya, adanya perbedaan kepadatan penduduk di wilayah perdesaan dan wilayah perkotaan, adanya perubahan pola penggunaan tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk sebagai contoh adanya peranan manusia dalam perubahan fisik muka bumi (mans role in changing the face of the earths).

Fenomena keruangan saat ini yang menjadi issue global seperti konflik wilayah perbatasan antar Negara, terbentuknya ketimpangan ekonomi Negara Negara di dunia (ada yang sangat kaya dan sangat miskin), dampak perkembangan teknologi informasi yang bersifat “tanpa batas” (borderless) sebagai tantangan geograf di seluruh dunia untuk merespon bahwa “the end of Geography” adalah tidak terjadi. Interaksi dan interrelasi

(*) Makalah disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Geografi Dalam Persiapan Sertifikasi Guru yang diselenggarakan oleh Ikatan Geograf Indonesia (IGI) bekerjasama dengan Depdiknas di Bandung tanggal 15-18 Nopember 2006.

(**) Staf Pengajar Departemen Geografi FMIPA-UI dan Ketua III IGI Pusat.

antar ruang muka bumi masih nyata dengan adanya issue mengglobalnya penyakit menular yang mematikan seperti kasus penyakit SARS, kolera tahun 60-an, HIV Aids atau kekawatiran dunia saat ini terhadap issue penyakit Avian Influensa atau Flu burung yang memiliki kecenderungan terjadi pandemic.

Sebagaimana bidang ilmu lain, ilmu Geografi juga memiliki alat ukur keruangan seperti jarak antar dua tempat, baik dalam satuan panjang, satuan nilai ekonomi dan satuan waktu, dan satuan luas (biasanya diekspresikan dalam bidang datar) dalam hektar atau km2, hasil perhitungan jumlah obyek, baik berdiri sendiri maupun dalam satuan luas (kepadatan) atau dalam satuan ratio. Di samping disajikan dalam bentuk diagram, table atau gambar profil, sarana penyajian informasi geografi paling efektif adalah dalam bentuk peta karena sebuah peta dapat memberikan penjelasan fenomena geografis dalam perspektif keruangan. Oleh karena keterbatasan media penyajian ruang muka bumi ke dalam bidang datar maka sebuah peta mensyaratkan adanya skala peta. Kita mengenal istilah skala kecil dan skala besar sesuai dengan tingkat informasi yang akan dihasilkan. Semakin besar skala peta maka informasi atau data yang dihasilkan semakin detil dan sebaliknya. Skala peta sangat tergantung pada tujuan pengguna peta. Teknik membuat peta dipelajari dalam Kartografi sebagai salah satu pelajaran inti dalam Geografi. Dengan adanya kemajuan teknologi computer saat ini dikenal teknologi GIS atau Sistem Informasi Geografi yang mampu menghasilkan sebuah peta relative secara lebih cepat dan akurat. Teknologi GIS juga dapat digunakan sebagai alat bantu analisis geografis.

Secara teoritis, dalam menelaah suatu persoalan keruangan, Geografi memiliki tiga pendekatan utama yaitu (1) analisis spasial, (2) analisis ekologis dan (3) analisis komplek regional sebagai gabungan dari pendekatan (1) dan (2). Pendekatan ke tiga merupakan cara yang lebih tepat digunakan untuk menelaah fenomena geografis yang memiliki tingkat kerumitan tinggi karena banyaknya variable pengaruh dan dalam lingkup multi dimensi (ekonomi, social, budaya, politik dan keamanan). Salah satu contoh adalah telaah tentang pengembangan wilayah.

PENGEMBANGAN WILAYAH

Kegiatan pengembangan wilayah adalah suatu kegiatan yang memiliki dua sifat yaitu sifat akademis dan sifat birokratis dalam mengelola wilayah. Sifat akademis biasanya menggunakan istilah “seyogyanya” dan sifat terapan biasanya menggunakan istilah “seharusnya”. Dengan demikian, pendekatan geografi, dalam tulisan ini, dapat digunakan dan dapat pula tidak digunakan dalam kegiatan pengembangan wilayah tergantung kemauan politis pemegang kekuasaan. Suatu pendekatan yang sudah dipilih dan diputuskan oleh pengambil keputusan politis maka “harus” dilaksanakan oleh para pelaksana di lapangan dan “tidak boleh” menggunakan yang lain. Produk politik seperti itu biasa disebut Undang Undang atau berbagai peraturan lainnya. Tulisan ini mencoba melakukan elaborasi sistim pembangunan yang berlaku saat ini dengan menggunakan pendekatan geografi.

Berbeda dengan sistim pembangunan pada era orde baru yang bertitik tolak dari GBHN yang berisi garis besar rencana pembangunan yang ditetapkan oleh MPR, sistim pembangunan pada era reformasi saat ini bertolak dari Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang berisi rencana pembangunan (lima tahun) yang disusun oleh Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat dan setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Saat ini, pemerintah (pemerintah pusat) dan pemerintah daerah, dalam melaksanakan pembangunan mengacu pada UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau dikenal dengan UU Otonomi Daerah sebagai amandemen dari UU nomor 22 dan 25 tahun 1999. Di samping itu berbagai UU lainnya seperti UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU nomor 25 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU nomor 2 tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang, UU nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan UU lainnya yang telah mendapatkan persetujuan DPR-RI digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan.

Namun demikian pada prakteknya sistim pembangunan saat ini tidak berbeda dengan masa yang lalu karena masih menggunakan istilah pembangunan sektoral dan pembangunan daerah. Bidang pembangunan dijabarkan dalam sector, program dan proyek pembangunan. Proyek merupakan jenjang terrendah dari hirarki istilah dalam pembangunan dan pada tahap ini pelaksanaannya membutuhkan “dana” dan “tanah”. Dan dapat dimengerti, hasil pelaksanaan dari proyek pembangunan tahap inilah yang akan merubah kualitas lingkungan hidup, apakah semakin baik atau sebaliknya malah banyak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.

Konsepsi pembangunan wilayah pada dasarnya adalah pembangunan proyek proyek berdasarkan hasil analisa data spasial (Sandy dalam Kartono, 1989). Karena yang disajikan adalah fakta spasial maka ketersediaan peta menjadi mutlak diperlukan. Karena keseluruhan proyek berada di tingkat kabupaten/kota maka pemerintah kabupaten/kota mutlak perlu menyiapkan peta peta fakta wilayah dalam tema tema yang lengkap. Dalam lingkup pekerjaan inilah antara lain dituntut peran aktif para ahli geografi.

Pengwilayahan data spasial untuk menetapkan proyek pembangunan disebut wilayah subyektif, sedang wilayah yang ditetapkan untuk suatu bidang kehidupan sebagai tujuan pembangunan (penetapan wilayah pembangunan) disebut wilayah obyektif. Implementasi wilayah pembangunan pada umumnya tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Produk akhir dari analisis data spasial disebut “wilayah geografik” sedang cakupan ruang muka bumi yang dianalisis disebut “area/geomer/daerah”.

Saat ini semakin dapat dirasakan bahwa perkembangan suatu daerah tertentu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh daerah sekitarnya mulai dari daerah tetangga sampai daerah yang lebih jauh jaraknya bahkan pengaruh dari bagian bumi lainnya. Dampak globalisasi telah membuktikan hal itu. Oleh karena itu, wilayah sebagai system spasial dalam lingkup kegiatan pengembangan wilayah merupakan subsistem spasial dalam lingkup yang lebih luas. Sebuah kabupaten/kota, dalam kegiatan pengembangan wilayah, di samping menganalisis data spasial kabupaten/kota yang bersangkutan, juga perlu memperhatikan paling tidak bagaimana perkembangan daerah sekitarnya (interregional planning). Sebuah kabupaten/kota tidak dapat hidup sendiri dan oleh karena itu perlu mengadakan kerja sama dengan daerah tetangganya.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, suatu proyek pembangunan daerah dilaksanakan pada tingkat kabupaten/kota sebagai unit terrendah dalam hirarki pembangunan. Proyek terkait dengan jenisnya dan dananya. Setelah jenis dan dananya disediakan maka tahap berikutnya adalah menetapkan di bagian mana dari daerah kabupaten/kota proyek tersebut akan dilaksanakan. Ada beberapa cara untuk menetapkan proyek pembangunan. Cara penetapan proyek biasanya dilakukan, pada tahap awal, melalui suatu kajian akademis antara lain berdasarkan pendekatan geografi, pendekatan ekonomi dan lainnya.

Pendekatan geografi dilakukan melalui tahapan penetapan masalah, pengumpulan data dan analisis data mulai dari kegiatan penyaringan, pengelompokan, klasifikasi data, kegiatan pengwilayahan, korelasi dan analogi. Oleh karena adanya keragaman berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, berdasarkan kemampuan keuangan pemerintah dan skala waktu pelaksanaan, disusun skala prioritas proyek.

Hasil korelasi secara spasial (tumpang tindih atau overlay peta wilayah) dapat ditunjukan masalah apa sebagai prioritas proyek dan di mana lokasi proyek tersebut dilaksanakan. Dalam pelaksanaanya, pendekatan geografi tidaklah sesederhana itu.

Beberapa cara lain untuk menetapkan proyek pembangunan dapat disebutkan antara lain dengan menerapkan teori Economic Base, Multiplier Effect yang berkaitan dengan teori input-output dan penerapan teori lokasi,(Location Theory), teori pusat (Central Place Theory) dan penerapan teori Kutub Pengembanngan (Growth Pole Theory). .

1. Teori Lokasi. Paling tidak ada tiga hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan lokasi proyek pembangunan yaitu (1) pengeluaran terrendah (2) jangkauan pemasaran dan (3) keuntungan tertinggi.
2. Teory Pusat Pelayanan. Pola ideal yang diharapkan terbentuk, asumsi homogin dalam hal bentuk medan, kualitas tanah dan tingkat ekonomi penduduk serta budayanya, Christaller menyajikan bentuk pola pelayanan seperti jejaring segi enam (hexagonal). Bentuk pola pelayanan hexagonal ini secara teoritis mampu memperoleh optimasi dalam hal efisiensi transportasi, pemasaran dan administrasi (Haggett, 2001).
3. Teori Kutub Pertumbuhan. Berbeda dengan Christaller yang berlatar belakang ahli Geografi, teori Kutub Pertumbuhan diprakarsai dan dikembangankan oleh para ahli ekonomi. Teori ini melahirkan konsep ekonomi seperti konsep Industri Penggerak (leading industry), konsep Polarisasi dan konsep penularan (trickle atau spread effect).

Beberapa kelemahan penerapan cara cara di atas dalam penetapan proyek pembangunan dihadapkan pada factor politis pengambil kebijakan di tingkat kabupaten/kota utamanya pada era otonomi daerah saat ini, factor ketersediaan dana dan bidang tanah tempat dilaksanakannya proyek tersebut. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa pendekatan geografi menjadi factor kunci dalam kegiatan penetapan proyek pembangunan berdasarkan penetapan prioritas secara tepat.

PENUTUP

Pendekatan geografi dalam pengembangan wilayah paling tidak menggabungkan dua hal yang berbeda dalam substansi analisis yaitu domain akademik dan domain birokratik. Pendekatan geografi yang telah diuraikan di atas adalah suatu pendekatan akademis yang bersifat logis dan rasional karena obyek terapannya dalam konteks ruang muka bumi yang karena sifatnya disebut wilayah. Oleh karena itu peta menjadi instrument dasar, baik pada tahap awal maupun akhir dari kegiatan pengembangan wilayah.

Secara sederhana, karena contoh pengembangan wilayahnya di Indonesia, usaha untuk memperoleh hasil/manfaat yang lebih baik dari kegiatan pengembangan atau pembangunan suatu “wilayah” selalu berorientasi pada kehendak pemegang kedaulatan atas wilayah yang dimaksud yaitu rakyat yang diekspresikan dalam perangkat UU. Karena pada dasarnya kegiatan pengembangan wilayah diarahkan untuk sebesar besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, lahir dan batin, argument dari sudut pandang ekonomi, social budaya dan keamanan tidak dapat diabaikan dalam pengembangan wilayah.

Para peserta pelatihan diharapkan dapat menularkan esensi tulisan ini kepada para murid sekolah, dengan cara sederhana sesuai tingkat sekolahnya, dengan menggunakan kata kunci : location, place dan space, sebagai alat bantu menjelaskan berbagai fenomena geografis dalam perspektif keruangan.



BAHAN BACAAN

Haggett, 2001; “Geography. A Global Synthesis”. Pearson Education Ltd, Prentice Hall,NY.

Sandy, IM dalam Kartono, 1989; “ Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana” Departemen Geografi FMIPA-UI Jakarta.

Undang Undang Otonomi Daerah, 2005,Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Geografi Regional, 2005; Kumpulan Bahan Kuliah Program Pasca sarjana Ilmu Geografi Departemen Geografi FMIPA-UI .

PROSES PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

PROSES PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Oleh : Prof. Dr. Awan Mutakin, M.Pd

a. Pendahuluan

Dalam suatu proses modernisasi, suatu proses perubahan yang direncanakan, melibatkan semua kondisi atau nilai-nilai sosial dan kebudayaan secara integratif. Atas dasar ini, semua fihak, apakah tokoh ? Tokoh masyarakat, formal atau non-formal, anggota masyarakat lainnya, apakah dalam skala individual atau pun dalam skala kelompok, seyogianya memahami dan menyadari, bahwa, manakala salah satu aspek atau unsur sosial atau kebudayaan mengalami perubahan, maka unsur-unsur lainnya mesti menghadapi dan mengharmonisikan kondisinya dengan unsur-unsur lain yang telah berubah terlebih dulu.

Oleh karena itu mesti memahami dan menyadari bahwa sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan ada yang berkualifikasi norma (norm) dan nilai (value). Di mana norma skala keberlakuannya tergantung pada aspek waktu, ruang (tempat, dan kelompok sosial yang bersangkutan; sedangkan nilai (value) skala keberlakuannya lebih universal. Dalam tatanan masyarakat yang maju atau modern, maka nilai-nilai sosial dan kultural yang bersifat universal mendominasi dan mengisi semua mosaik kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

b. Orientasi Perubahan

Yang dimaksudkan orientasi atau arah perubahan di sini meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3) suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat.

Tidaklah jarang, bahwa tokoh-tokoh dan ungkapan-ungkapan yang bernuansa seni sastra pada masa lampau, baik suatu fenomena yang bernuansa imajinasi, yang ditampilkan oleh berbagai bentuk ceritera rakyat atau folklore. Semuanya lazim menyadarkan atau menampilkan nilai-nilai keteladanan, baik dalam aspek gagasan, aspek pengorganisasian dan kegiatan sosial, maupun dalam aspek-aspek kebendaan. Aspek-aspek ini senantiasa dimuati oleh nilai-nilai kearifan dan kebijakan yang memberikan acuan bagaimana orang mesti berfikir, berasa, berkarsa dan berkarya dalam upaya bertanggung jawab pada dirinya, pada sesamanya, dan pada lingkungannya, serta pada Sang Khalik Yang Maha Murbeng Alam ini. Nilai-nilai seperti inilah yang menjadi nuansa-nuansa dalam membagun kepribadian atau jatidiri sebagian besar masyarakat atau suatu kelompok bangsa dimanapun mereka berada.

Dalam memantapkan orientasi suatu proses perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan kekuatan pada gerak perubahan tersebut, yang antara lain adalah sebagai berikut, (1) suatu sikap, baik skala individu maupun skala kelompok, yang mampu menghargai karya pihak lain, tanpa dilihat dari skala besar atau kecilnya produktivitas kerja itu sendiri, (2) adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah penyimpangan dari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah satu pendorong perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang disebut manusia itu adalah sebagai makhluk yang disebut homo deviant, makhluk yang suka menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3) mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yang mampu memberikan penghargaan (reward) kepada pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesifikasi dan kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang membutuhkannya.

Precedent dari suatu proses perubahan sosial tidak mesti diorientasikan pada isu kemajuan atau progress semata, sebab tidaklah mustahil bahwa proses perubahan sosial itu justru mengarah ke isu kemunduran atau kearah suatu regress, atau mungkin mengarah pada suatu degradasi pada sejumlah aspek atau nilai kehidupan dalam masyarakat yang bersangkutan. Suatu proses regresi atau kemunduran dan degradasi (luntur atau berkurangnya suatu derajat atau kualifikasi bentuk-bentuk atau niali-nilai dalam masyarakat), tidak hanya suatu arah atau orientasi perubahan secara linier, tetapi tidak jarang terjadi karena justru sebagai dampak sampingan dari keberhasilan suatu proses perubahan. Sebagai contoh perubahan aspek iptek, dari iptek yang bersahaja ke iptek yang modern (maju), mungkin menimbulkan kegoncangan-kegoncangan pada unsur-unsur atau nilai-nilai yang tengah berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, yang sering disebut sebagai culture-shock atau kejutan-kejutan budaya yang terjadi pada tatanan kehidupan suatu masyarakat yang tengah menghadapi berbagai perubahan.

c. Modernisasi Sebagai Kasus Perubahan Sosial dan Kebudayaan

Modernisasi, menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan nilai-nilai tradisi. Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity (modernitas), yang diartikan sebagai nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim dipertentangkan dengan konsep modern adalah tradisi, yang berarti barang sesuatu yang diperoleh seseorang atau kelompok melalui proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi meliputi sejumlah norma (norms) yang keberlakuannya tergantung pada (depend on) ruang (tempat), waktu, dan kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya keberlakuannya terbatas, tidak bersifat universal seperti yang berlaku bagi nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau kasus, seyogianya manusia mengenakkan pakaian, ini merupakan atau termasuk kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui dan menganut nilai atau value ini. Namun, pakaian model apa yang harus dikenakan itu? Perkara model pakaian yang disukai, yang disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-norma yang dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, dan dari kelompok ke kelompok akan lebih cenderung beraneka ragam.

Spesifikasi norma-norma dan tradisi bila dilihat atas dasar proses modernisasi adalah sebagai berikut, (1) ada norma-norma yang bersumber dari tradisi itu, boleh dikatakan sebagai penghambat kemajuan atau proses modernisasi, (2) ada pula sejumlah norma atau tradisi yang memiliki potensi untuk dikembangkan, disempurnakan, dilakukan pencerahan, atau dimodifikasi sehingga kondusif dalam menghadapi proses modernisasi, (3) ada pula yang betul-betul memiliki konsistensi dan relevansi dengan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi masyarakat dengan nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan spesifikasi atau kualifikasi masyarakat modern, yaitu bahwa masyarakat atau orang yang tergolong modern (maju) adalah mereka yang terbebas dari kepercayaan terhadap tahyul. Konsep modernisasi digunakan untuk menamakan serangkaian perubahan yang terjadi pada seluruh aspek kehidupan masyarakat tradisional sebagai suatu upaya mewujudkan masyarakat yang bersangkutan menjadi suatu masyarakat industrial. Modernisasi menunjukkan suatu perkembangan dari struktur sistem sosial, suatu bentuk perubahan yang berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, tradisi dan kepercayaan dari suatu masyarakat, atau satuan sosial tertentu.

Modernisasi suatu kelompok satuan sosial atau masyarakat, menampilkan suatu pengertian yang berkenaan dengan bentuk upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sadar dan kondusif terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-global pada saat kini dan mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seseorang atau masyarakat yang bersangkutan, manakala dihadapkan pada arus globalisasi tatanan kehidupan manusia, suatu masyarakat tertentu (misalnya masyarakat Indonesia) tidaklah sekedar memperlihatkan suatu fenomena kebengongan semata, tetapi diharapkan mampu merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara signifikan bagi eksistensi bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya. Adapun spesifikasi sikap mental seseorang atau kelompok yang kondusif untuk mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi adalah, (1) nilai budaya atau sikap mental yang senantiasa berorientasi ke masa depan dan dengan cermat mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau sikap mental yang senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya alam, dan terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini, memang iptek bisa dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing, namun dalam penerapannya memerlukan proses adaptasi yang sering lebih rumit daripada mengembangkan iptek baru, (3) nilai budaya atau sikap mental yang siap menilai tinggi suatu prestasi dan tidak menilai tinggi status sosial, karena status ini seringkali dijadikan suatu predikat yang bernuansa gengsi pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya bisa didasarkan pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland (Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, (4) nilai budaya atau sikap mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yang mampu meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.

Tanpa harus suatu masyarakat berubah seperti orang Barat, dan tanpa harus bergaya hidup seperti orang Barat, namun unsur-unsur iptek Barat tidak ada salahnya untuk ditiru, diambil alih, diadopsi, diadaptasi, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala persyaratan ini telah dipenuhi dan keempat nilai budaya atau sikap mental yang telah ditampilkan telah dimiliki oleh suatu masyarakat tersebut. Khusus untuk masyarakat di Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi, politik, dan kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar di Asia seperti India dan Cina, yang diadopsi dan diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini, seperti Sriwijaya dan Majapahit, namun fakta sejarah tidak membuktikan bahwa orang-orang Sriwijaya dan Majapahit, dalam pengadopsian dan pengadaptasian nilai-nilai kebudayaan tadi sekaligus menjadi orang India atau Cina.

Proses modernisasi sampai saat ini masih tampak dimonopoli oleh masyarakat perkotaan (urban community), terutama di kota-kota Negara Sedang Berkembang, seperti halnya di Indonesia. Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi pusat-pusat modernisasi yang diaktualisasikan oleh berbagai bentuk kegiatan pembangunan, baik aspek fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek mental-spiritual. Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, menjadikan daerah perkotaan sebagai daerah yang banyak menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi penduduk pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi pendorong kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai membanjiri dan memadati setiap sudut daerah perkotaan, dalam suatu proses sosial yang disebut urbanisasi. Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya menjadi salah satu sumber permasalahan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang dan kehidupan masyarakat perkotaan. Sampai dengan saat sekarang ini masalah perkotaan ini masih menunjukkan gelagat yang semakin ruwet dan kompleks.