Selasa, 06 April 2010

Studi aktivitas Sesar Lembang menggunakan teknologi GPS SISTEM SESAR (FAULT SYSTEM)

Studi aktivitas Sesar Lembang menggunakan teknologi GPS

SISTEM SESAR (FAULT SYSTEM)

Batas lempeng dalam skala yang lebih kecil dikenal sebagai sesar yang merupakan suatu batas yang menghubungkan 2 Blok tektonik yang berdekatan [Puspito, 2000]. Bidang sesar (fault plane) adalah sebuah bidang yang merupakan bidang kontak antara 2 blok tektonik. Pergeseran bidang sesar dapat berkisar dari antara beberapa meter sampai mencapai ratusan kilometer. Sesar merupakan jalur lemah, dan lebih banyak terjadi pada lapisan yang keras dan rapuh. Bahan yang hancur pada jalur sesar akibat pergeseran, dapat berkisar dari gouge (suatu bahan yang halus/lumat akibat gesekan) sampai breksi sesar, yang mempunyai ketebalan antara beberapa centimeter sampai ratusan meter (lebar zona hancuran sesar).

sesar-sumatera.jpgfaultsystem001.jpgueol_02_img0051.jpgfaultsystem002.jpg

Terdapat dua unsur pada sesar yaitu hanging Wall (atap sesar) dan Foot Wall (alas sesar). Hanging Wall (atap sesar) adalah bongkah sesar yang terdapat di bagian atas bidang sesar, sementara itu foot Wall (alas sesar) adalah bongkah sesar yang berada di bagian bawah bidang sesar. Bidang sesar terbentuk akibat adanya rekahan yang mengalami pergeseran.

Ditinjau dari kedudukan sesar terhadap struktur batuan sekitarnya (biasanya diterapkan pada sesar dalam batuan sedimen) (Asikin, 1978 dalam Puspito 2000), sesar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Sesar Strike, adalah sesar yang arah jurusnya sejajar dengan jurus batuan sekitarnya.
2) Sesar Dip, adalah jurus dari sesar searah dengan kemiringan lapisan batuan sekitarnya
3) Diagonal atau Sesar Oblique, adalah sesar yang memotong struktur batuan sekitarnya.
4) Sesar Longitudinal, adalah arah sesar paralel dengan arah utama struktur regional.
5) Sesar Traverse, adalah sesar memotong tegak lurus/ miring terhadap struktur regional
(biasanya dijumpai pada daerah terlipat, memotong sumbu terhadap antiklin)

Sementara itu apabila ditinjau dari genesanya, sesar dapat digolongkan menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut:

1) Sesar Normal apabila Hanging Wall (atap sesar) bergerak relatif turun terhadap foot wall
2) Sesar Naik /sesar sungkup bila Hanging Wall (atap sesar) bergerak relatif naik
terhadap Foot Wall (alas sesar).
3) Sesar Mendatar/sesar geser (Sesar Strike Slip), bagian yang terpisah bergerak relatif
mendatar pada bidang sesar umumnya tegak (90o).

leftstil.gif fault1.gif thrustst.gif rightsti.gif fault2.gif

—————————————————————————————————————————————————
HUBUNGAN SESAR DENGAN GEMPA BUMI

Dimana tempat biasa terjadinya gempa bumi alamiah yang cukup besar, berdasarkan hasil penelitian, para peneliti kebumian menyimpulkan bahwa hampir 95 persen lebih gempa bumi terjadi di daerah batas antar lempeng kerak bumi dan di daerah sesar [Mori, 2004]. Gempa bumi yang terjadi di daerah sesar dapat melahirkan sejumlah bencana, misalnya korban jiwa, kerusakan pada berbagai struktur bangunan, longsoran, dan lain-lain. Korban jiwa bisa mencapai puluhan bahkan ratusan ribu jiwa, dan kerugian materi dapat mencapai ratusan juta dolar Amerika.

Contoh gempa bumi yang terjadi di daerah sesar diantaranya gempa bumi yang terjadi di Thangsan China pada tanggal 28 Juli 1976 menelan korban 240.000 jiwa, gempa bumi terjadi di Iran pada tahun 1990 menelan korban 40.000 jiwa, dan gempa bumi terjadi Armenia tahun 1998 menelan korban 25.000 jiwa.

————————————————————————————————————————————————–

STUDI SESAR UNTUK PEMANTAUAN POTENSI MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI

Dengan adanya fakta yang menunjukkan suatu gempa bumi dapat terjadi di daerah sesar dan dapat memberikan kerugian besar baik jiwa maupun materi, maka langkah pemantauan potensi bencana alam gempa bumi sebagai salah satu bentuk upaya mitigasi jelas penting sekali untuk dilakukan untuk mereduksi efek negatif yang dapat ditinggalkan oleh bencana tersebut.

Secara geologi di wilayah indonesia akan banyak dijumpai sesar (fault) yang merupakan daerah yang rawan terhadap terjadinya gempa bumi. Contoh sesar yang lazim bagi bidang penelitian kebumian adalah sesar Sumatera (Great Sumatran Fault), Sesar Palu Koro di Sulawesi Tengah, Sesar Cimandiri dan Sesar Lembang di Jawa Barat. Fakta memperlihatkan sudah banyak catatan bencana alam gempa bumi di sekitar daerah sesar Sumatera seperti gempa Liwa tahun 1932,1994, gempa Kerinci 1909, 1995 yang meninggalkan kerugian jiwa dan materi yang cukup besar. Dengan adanya kenyataan ini maka studi potensi gempa bumi dalam rangka upaya mitigasi jelas penting sekali untuk dilakukan di Indonesia.

Lalu sebenarnya bagaimana bentuk studi yang dapat dilakukan untuk melihat besarnya potensi gempa bumi berikut bencananya? Berikut di bawah ini diberikan suatu contoh model studi potensi bencana gempa alam bumi yang dibuat oleh US National Government. Untuk membuat model ini mereka menggabungkan komponen-komponen bidang kajian ilmu dan teknologi seperti Seismicity, Paleoseismology, Local Site Effects, Geologic Structure, Rupture Dynamic, Seismic Velocity Structure, Crustal deformation by InSAR, Crustal Motion by GPS, Stress Transfer, dan Informasi Fault. Dengan mempelajari bidang-bidang kajian ilmu dan teknologi tersebut, kemudian mengintegrasikannya, maka akan diperoleh berapa besar potensi bencana alam gempa bumi di daerah kasus penelitian.

—————————————————————————————————————————————————

STUDI MENGENAI SESAR LEMBANG

Sesar Lembang adalah salah satu landmark geologis yang paling menarik di Dataran Tinggi Bandung dan ekspresi geomorfologi yang jelas dari aktivitas neotektonik di Cekungan Bandung. Sesar Lembang secara morfologi diekspresikan berupa gawir sesar (fault scrap) dengan dinding gawir menghadap kearah utara. Bagian Sesar Lembang yang dapat dilihat, baik dari peta topografi terutama dari foto udara ataupun citra satelit, mempunyai panjang 22 km. Dari timur ke barat, tingginya gawir sesar yang mencerminkan besarnya pergeseran sesar (loncatan vertical/throw maupun dislokasi) berubah dari sekitar 450-an meter di ujung timur (Maribaya, G. Pulusari) dan 40-an meter di sebelah barat (Cisarua) dan kemudian menghilang di ujung barat utara Padalarang.

sesar-lembang.jpg sesar-lembang001.JPG 08patahan.gifsesar-lembang002.JPG

Ekspresi geomorfik yang membedakan sesar bagian timur yang bercirikan gawir terjal dengan bagian barat yang relatif kurang terjal dan menghilang di Cisarua Barat, secara lebih detil dan mudah dikenali secara geografis, terbagi tepat pada jalan Bandung-Lembang. Di daerah ini terdapat suatu daerah datar sepanjang jalan Bandung-Lembang hingga kota Kecamatan Lembang. Di bagian barat dataran sempit ini dibatasi oleh S. Cihideung yang menyayat taji dan dalam, mengalir utara-selatan memotong gawir sesar. Di sebelah timur, gawir sesar dicirikan oleh tebing sangat terjal dengan beda tinggi relatif dari 75 m di Lembang (barat) sampai lebih dari 450 m di G. Pulusari (ujung timur) Ketinggian ini semakin tinggi akibat adanya penyayatan vertical (incise) endapan-endapan gunungapi pada kakinya. Sedangkan di sebelah barat, gawir sesar tidak begitu tinggi dan hanya mencapai tinggi relatif 40 m di daerah Cihideung, Cisarua. Pada bagian ini, gawir sesar ditutupi endapan-endapan gunungapi yang lebih muda.

Gunung Batu merupakan salah satu lokasi terbaik untuk pengamatan terhadap Sesar Lembang. Gunung Batu terdiri atas batuan beku andestik. Diperkirakan aliran lava karena asih memperlihatkan kekar-kekar kolom yang dapat diamati pada lereng utara. Namun demikian banyak ahli geologi maupun ahli geofisika yang mempunyai pendapat lain tentang batu andestik di Gunung Batu. Beberapa menduganya sebagai intrusi atau suatu leher gunungapi, beberapa lagi menduga sebagai produk dari letusan celah (fissure eruption). Hasil penanggalan umur dengan metode K-Ar menunjukkan bahwa batu andestik Gunung Batu terbentuk pada 0,51 Ma (Sunardi dan Koesoemadinata, 1997), atau 510.000 tahun yang lalu.

Hasil penelitian yang relatif baru dari Nossin et al. (1996) menunjukkan bahwa kemungkinan pergeseran pertama Sesar Lembang (khususnya pembentukkan Sesar Lembang bagian timur) yang bertepatan dengan pembentukkan kaldera dalam proses letusan kataklismik terjadi 100.000 tahun yang lalu. Sedangkan Sesar Lembang bagian barat diperkiakan lebih muda dari 27.000 tahun yang lalu. Hal ini disebabkan oleh adanya endapan piroklastik berumur tersebut yang terpatahkan oleh sesar.

Aliran lava berhasil menembus dinding sesar bagian timur melalui Ci Kapundung di Maribaya, tetapi hal ini tidak terjadi di bagian timur. Dengan demikian, sesar bagian barat diduga lebih muda dari fase-B van Bemmelen, tetapi mematahkan endapan-endapan fase-C van Bemmelen. Nossin et al. (1996) melakukan analisis penanggalan dari contoh tanah gambut dari Kampung Penyairan yang berada pada lembah di Sesar Lembang bagian barat. Hasil analisis penanggalan K-Ar oleh Sumardi dan Koeseomadinaa (1997) menunjukkan lava basalt di Curug Dago berumur 48.000 tahun yang lalu, dan aliran lava di Maribaya berumur 150.000 tahun yang lalu. Lava basalt berwarna hitam ini menerus dari hulu sungai Cikapundung (Maribaya) hingga berakhir di sekitar Curug Dago, diperkirakan terdiri dari beberapa “lapisan”. Jika sesar bagian barat berakhir aktif pada sekitar 24.000 tahun yang lalu, maka jika bagian timur ikut aktif, mestinya lava-lava ini ikut terpatahkan juga.

Gunung Tangkubanparahu muncul pada jalur sesar berarah barat-timur, dimana sebagian intrusi magma telah membeku membentuk suatu dike. Zona lemah yang terdapat di bagian selatan dan barat, memungkinkan berlangsungnya aktifitas Gunung Tangkubanparahu saat ini. Perpindahan titik-titik aktivitas (kawah) Gunung Tangkubanparahu mempunyai trend arah sesar yaitu barat-timur. Struktur sesar sangat menonjol ditampilkan oleh pola anomali sisa magnet (Contoh: Sesar Lembang). Sumber air panas di Ciater, dimungkinkan akibat adanya pemanasan air bawah permukaan yang berasal dari G. Tangkubanparahu yang mengalir melalui bidang sesar.

—————————————————————————————————————————————————

Studi Secara Geodetik Pergerakan Sesar Lembang

Pada awal tahun 2006, KK Geodesi bekerjasama dengan para narasumber ahli geologi mulai meneliti kembali status karakteristik Sesar Lembang dengan memanfaatkan Teknologi GPS. Sebelumnya melalui kerjasama dengan Universitas Jepang, pernah dilakukan penelitian yaitu pada tahun 1994-1998 dan 2003. Seperti diketahui bahwa Sesar Lembang terletak tidak jauh dari kota Bandung yang sarat penduduk. Oleh karena itu penelitian mengenai sesar ini jelas sekali diperlukan, karena daerah sesar dapat memiliki potensi kegempaan. Teknologi GPS dapat melihat karakteristik dinamika geometrik di sekitar sesar, kemudian selanjutnya dapat dijadikan parameter dalam penentuan model aktivitas sesar.

100_6737.jpgimag0062.JPG p1203619.JPG s2020138.JPGs2020154.JPG

Prinsip penentuan aktivitas sesar dengan menggunakan metode survei GPS adalah dengan cara menempatkan beberapa titik di beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, kemudian bersama data-data penunjang lainnya di modelkan secara matematis maka karakteristik aktivitas sesar akan dapat dilihat dan dipelajari lebih lanjut guna pembuatan model potensi bencana alam gempa bumi. Model yang dapat dibuat diantaranya yaitu: model deformasi elastic, yang kemudian memperlihatkan parameter-parameter sesar seperti lokasi sesar, geometri sesar dan tingkat akumulasi deformasi pada sesar. Kemudian dari model ini kita dapat menentukan akumulasi strain, locking depth, prediksi energi gempa yang mungkin terjadi di daerah sesar tersebut. Dengan kata lain melalui input data GPS dan output model aktivitas sesar, maka kita dapat menentukan model potensi bencana alam gempa bumi di wilayah sesar yang kita teliti.

Seperti telah disebutkan di atas, Survei GPS sebelumnya sudah dilakukan di daerah sekitar Sesar Lembang dalam kurun waktu 1994 sampai dengan 2003. Data-data yang diperoleh tersebut dapat digabungkan dengan data yang akan di ambil dalam program penelitian kali ini untuk selanjutnya digunakan sebagai parameter utama dalam menentukan pola pergeseran Sesar Lembang.

Lokasi dan distribusi dari titik-titik GPS untuk studi aktivitas Sesar Lembang dengan GPS disebar dekat dengan sesar dan di beberapa tempat yang jauh dari sesar untuk melihat far field velocity-nya. Jaring pemantauan ini nantinya diproses dengan mengikutsertakan data-data IGS yang tersebar di sekitar wilayah Asia dan Australia sebagai titik-titik pengikatan global.

Karakteristik pergeseran sesar yang diperoleh dari survei GPS di Sesar Lembang ini selanjutnya akan diintegrasikan dengan informasi histori aktivitas sesar, informasi tektonik seting untuk membuat model potensi gempa bumi di sekitar sesar Lembang, dan selanjutnya model ini diharapkan dapat membantu upaya mitigasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar